[Laporan Praktikum Anatomi & Fisiologi Tumbuhan] PENETAPAN KADAR CO2 RESPIRASI JARINGAN TUMBUHAN

>> Selasa, 16 April 2013





ABSTRAK
Pada praktikum mengenai  Penetapan Kadar Co2 Respirasi Jaringan Tumbuhan  bertujuan untuk mengetahui laju respirasi dari kecambah kacang hijau berdasarkan kadar CO2 yang dihasilkan. Penentuan tersebut dilakukan dengan metode titrasi NaOH dengan HCl. Dilakukan dengan membandingkan 2 perlakuan. Perlakuan pertama kecambah di biarkan di suhu ruang (25°C) sedangkan perlakuan kedua kecambah ditaruh di dalam oven bersuhu 40°. Didapatkan hasil bahwa kecambah yang di taruh di dalam oven memiliki laju respirasi yang lebih rendah dibandingkan diruangan terbuka. Hal tersebut dipengaruhi oleh suhu, ketersediaan oksigen, dan C02. Suhu yang tinggi menyebabkan laju respirasi menurun karena enzim yang berperan dalam proses metabolisme mengalami denaturasi. Selain itu pada oven yang tertutup ketersediaan oksigen jauh lebih sedikit sehingga proses penangkapan oksigen tidak semaksimal pada suhu ruang sehingga kadar CO2 yang dihasilkan pun juga tidak sebanyak pada kecambah pada suhu ruang.
Kata kunci :Respirasi, Laju respirasi, CO2, O2, Suhu










A. PENDAHULUAN
a). Latar Belakang
Respirasi merupakan proses penting yang dilakukan oleh setiap mahluk hidup. Bahkan dengan mengetahui laju respirasi suatu mahluk hidup maka selanjutnya kita dapat menentukan laju metabolisme mahluk hidup tersebut. Adapun laju respirasi setiap mahluk hidup berbeda-beda antar yang satu dengan yang lainnya. Hal tersebut dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi tingkat perkembangan, susunan kimia jaringan, ukuran produk, pelapis alami dan jenis jaringan. Sedangkan faktor eksternal meliputi suhu, gas etilen, ketersediaan O2 dan CO2. Proses respirasi yang dominan terjadi pada bagian tumbuhan yang sedang aktif tumbuh dan melakukan metabolisme, yaitu: tunas, biji yang berkecambah, ujung tunas, ujung akar, serta kuncup bunga. 
Pada praktikum kali ini digunakan kecambah biji kacang hijau (Phaseolus radiatus) untuk  menetapkan laju respirasi berdasarkan kadar  CO2  yang dikeluarkannya pada suhu berbeda.










b). Dasar Teori
Respirasi berasal dari kata latin yaitu respirare yang berarti bernafas. Reaksi respirasi merupakan reaksi katabolisme yang memecah molekul-molekul gula menjadi molekul anorganik berupa CO2 dan H2O (Salisbury & Ross, 1995).
Fotosintesis  menyediakan molekul organik yang dibutuhkan oleh tumbuhan dan mahluk hidup lainnya. Fotosintesis juga terjadi proses metabolisme lain yang disebut respirasi. Respirasi merupakan proses katabolisme atau penguraian senyawa organik menjadi senyawa anorganik. Respirasi sebagai proses oksidasi bahan organik yang terjadi didalam sel dan berlangsung secara aerobik maupun anaerobik. Dalam respirasi aerob diperlukan oksigen dan dihasilkan karbondioksida serta energi. Sedangkan dalam respirasi anaerob dimana oksigen tidak atau kurang tersedia dan dihasilkan senyawa selain karbondiokasida, seperti alkohol, asetaldehida atau asam asetat dan sedikit energi (Lovelles, 1997).
Bahan organik yang dioksidasi adalah glukosa (C6H12O6) maka persamaan reaksi dapat dituliskan sebagai berikut:
C6H12O6 + 6 O2               6CO2 + 6H2O + Energi
(Krisdianto, 2005).
Respirasi adalah suatu proses pengambilan O2 untuk memecah senyawa-senyawa organik menjadi CO2, H2O dan energi . Respirasi dan metabolisme karbon yang terkait di dalamnya melepas energi yang tersimpan di dalam senyawa karbon dengan cara yang terkontrol untuk digunakan oleh sel.  Pada waktu  yang  bersamaan, respirasi menghasilkan banyak senyawa karbon yang dibutuhkan sebagai prekursor  untuk  biosintesis  senyawa organik lainnya.  Respirasi aerob merupakan proses yang umum terjadi dalam hampir semua organisme eukariot, dan secara umum proses respirasi di dalam tumbuhan mirip dengan apa yang dijumpai di dalam hewan dan eukoriot tingkat rendah, tetapi beberapa aspek khusus dari respirasi tumbuhan membedakannya dari respirasi hewan.  Respirasi aerob adalah proses biologi yang memobilisasi dan mengoksidasi molekul organik secara terkontrol.  Selama respirasi, energi bebas dilepas dan disimpan sementara dalam bentuk ATP yang siap digunakan untuk aktifitas sel dan perkembangan tumbuhan (Tjitrosomo, 1987).
Proses respirasi diawali dengan adanya penangkapan O2 dari lingkungan. Oksigen yang digunakan dalam respirasi masuk ke dalam setiap sel tumbuhan dengan jalan difusi melalui ruang antar sel, dinding sel, sitoplasma dan membran sel. Demikian juga halnya dengan CO2 yang dihasilkan respirasi akan berdifusi ke luar sel dan masuk ke dalam ruang antar sel. Sedangkan untuk menghitung respirasi dapat menggunakan koefisian respirasi (KR), yaitu perbandingan CO2 dengan O2 (Kamariyani, 1984).
Perbedaan antara jumlah CO2 yang dilepaskan dan jumlah O2 yang digunakan biasa dikenal dengan Respiratory Ratio atau Respiratory Quotient dan disingkat RQ. Nilai RQ ini tergantung pada bahan atau subtrat untuk respirasi dan sempurna atau tidaknya proses respirasi tersebut dengan kondisi lainnya (Simbolon, 1989).
Substrat respirasi meliputi senyawa karbohidrat, glukosa, fruktosa, sukrosa, pati, lipid, asam-asam organik, dan protein. Proses respirasi yang dominan terjadi pada bagian tumbuhan yang sedang aktif tumbuh dan melakukan metabolisme, yaitu: tunas, biji yang berkecambah, ujung tunas, ujung akar, serta kuncup bunga.  Hubungan respirasi dengan lintasan metabolisme lain di dalam tumbuhan dapat dilihat melalui glikolisis, lintasan pentosa fosfat, serta siklus asam sitrat (Achmad, 2010).
Kecambah melakukan pernapasan untuk mendapatkan energi yang dilakukan dengan melibatkan gas oksigen (O2) sebagai bahan yang diserap atau diperlukan dan menghasilkan gas karbondioksida (CO2), air (H2O) dan sejumlah energy (Putra, 2010).
Oksigen sangat penting dalam perkembangan kecambah, karena kecambah melakukan respirasi aerob untuk memecahkan cadangan makanan dalam endosperma yang kaya akan lemak. Cadangan makanan yang digunakan dalam respirasi ini, berfungsi sebagai substrat yang dapat menghasilkan energi dalam menyokong proses pembelahan sel dan metabolisme sel lainnya (tahap awal pertumbuhan) (Achmad, 2010).
Faktor yang mempengaruhi laju respirasi ada dua, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi tingkat perkembangan, susunan kimia jaringan, ukuran produk, pelapis alami dan jenis jaringan. Sedangkan faktor eksternal meliputi suhu, gas etilen, ketersediaan O2 dan CO2. Laju respirasi menentukan daya tahan produk yang disimpan sehingga produk yang laju respirasinya rendah umumnya disimpan lebih lama dalam kondisi yang baik. Respirasi pada tumbuhan ditandai oleh penurunan konsentrasi gas O2 dan peningkatan konsentrasi CO2 dalam chamber (Wills et al., 1981).
Berbagai faktor lingkungan dapat mempengaruhi laju respirasi, diantaranya adalah sebagai berikut :
1.    Ketersediaan substrat
Respirai bergantung pada ketersediaan substrat. Tumbuhan yang kandungan pati, fruktan, atau gulanya rendah, melakukan respirasi pada laju yang rendah. Tumbuhan yang banyak gula sering melakukan respirasi lebih cepat bila gula disediakan. Bahkan laju respirasi daun sering lebih cepat setelah matahari tenggelam, saat kandungan gula tinggi dibandingkan dengan ketika matahari terbit, saat kandungan gulanya lebih rendah (Salisbury & Ross, 1995).
2.    Ketersediaan oksigen
Ketersediaan oksigen akan mempengaruhi laju respirasi, namun besarnya pengaruh tersebut berbeda bagi masing-masing spesies dan bahkan berbeda antara organ pada tumbuhan yang sama. Fluktuasi normal kandungan oksigen di udara tidak banyak mempengaruhi laju respirasi, karena jumlah oksigen yang dibutuhkan tumbuhan untuk berespirasi jauh lebih rendah dari oksigen yang tersedia di udara ( Yasa, 2009).
3.    Suhu
Pengaruh faktor suhu bagi laju respirasi tumbuhan sangat terkait dengan faktor Q10, dimana umumnya laju reaksi respirasi akan meningkat untuk setiap kenaikan suhu sebesar 10oC, namun hal ini tergantung pada masing-masing spesies. Bagi sebagian besar bagian tumbuhan dan spesies tumbuhan, Q10 respirasi biasanya 2,0 sampai 2,5 pada suhu antara 5 dan 25°C. Bila suhu meningkat lebih jauh sampai 30 atau 35°C, laju respirasi tetap meningkat, tapi lebih lambat, jadi Q10 mulai menurun (Salisbury & Ross, 1995).
4.    Jenis dan Umur Tumbuhan
Masing-masing spesies tumbuhan memiliki perbedaan metabolisme, dengan demikian kebutuhan tumbuhan untuk berespirasi akan berbeda pada masing-masing spesies. Tumbuhan muda menunjukkan laju respirasi yang lebih tinggi dibanding tumbuhan yang tua. Demikian pula pada organ tumbuhan yang sedang dalam masa pertumbuhan  (Yasa, 2009).



c). Masalah
Adapun permasalahan yang terdapat pada praktikum Penetapan Kadar co2 Respirasi Jaringan Tumbuhan adalah untuk mengetahui  perbedaan laju respirasi kecambah  kacang hijau (phaseolus radiatus) pada dua suhu yabg berbeda.












B. TUJUAN
Tujuan praktikum Penetapan Kadar CO2 Respirasi Jaringan Tumbuhan  kali ini yaitu untuk  menetapkan laju respirasi kecambah kacang hijau berdasarkan kadar  CO2  yang dikeluarkannya pada suhu berbeda.


















C. MATERIAL DAN METODA
a). Waktu dan Tempat
Melaksanakan praktikum  Penetapan Kadar CO2 Respirasi Jaringan Tumbuhan ini di Laboratorium Pendidikan Biologi FKIP UNTAN pada hari Sabtu, 12 Mei 2012 dari pukul 07.30 hingga pukul 09.30 WIB.
b). Alat dan Bahan
Praktikum ini menggunakan alat antara lain yaitu pipa kapiler bengkok, erlenmeyer, gelas kimia, tabung reaksi kecil, buret dan pipet tetes. Sedangkan bahan yang digunakan antara lain yaitu kecambah kacang hijau (Phaseolus radiatus), NaOH 10 N, vaselin dan metilen blue.
c). Cara Kerja
Mula-mula yang dilakukan adalah memasukkan NaOH 10 M sebanyak 10 ml ke dalam botol selai sebanyak 4 buah. Selanjutnya menimbang 5 gr kecambah kacang hijau dan kemudian dibungkus dengan kain kasa lalu dimasukkan ke dalam masing-masing botol selai dengan keadaan menggantung ( jangan terkena NaOH) selanjutnya membungkus botol dengan aluminium foil dan menutupnya dengan tutup botol selai. Lalu kemudian memasukkan 2 botol selai dalam oven dengan suhu 40° C dan meletakkan 2 botol lainnya pada suhu ruang selama 24 jam. Kemudian setelah 24 jam maka praktikan mengambil 2 ml NaOH pada masing-masing botol selai lalu memasukkannya ke dalam erlenmeyer dan kemudian praktikan menambah 3 tetes indikator PP dan larutan BaCl2 0,2 M sebanyak 0,5 ml kedalamnya. Langkah selanjutnya praktikan menitrasi dengan HCl 1 M sampai larutan berubah warna menjadi pink ( merah muda). Dan terakhir menghitung kadar CO2 dengan rumus:
Kadar CO2 =


D. DATA PENGAMATAN
Pengamatan Kadar CO2

No
Perlakuan
Volume HCl titran(ml)
Kadar CO2 (ml/L)
1
Suhu ruangan (250 C)
          (Botol 1) 8,6
          (Botol 2) 9
(Botol 1) 68,8
        (Botol 2) 72
2
   Dalam oven (400 C)
(Botol 1) 7,4
( Botol 2) 3,5
(Botol 1)59,2
         (Botol 2) 28















E. PEMBAHASAN
Pada praktikum Penetapan Kadar Co2 Respirasi Jaringan Tumbuhan  langkah pertama yang kami lakukan yaitu  menyediakan 4 buah botol selai yang kemudian diisi dengan NaOH. Selanjutnya kacang hijau yang telah dibungkus terlebih dahulu dengan kain kasa dimasukkan pada tiap botol selai dengan keadaan menggantung. Lalu botol selai dibungkus dengan aluminium foil. Barulah setelahnya dilakukan perlakuan yang berbeda dimana 2 botol selai dimasukkan dalam oven dengan  suhu 40°C sedangkan 2 botol lainnya dibiakan pada suhu ruang selama 24 jam. Setelah itu NaOH pada tipa botol dimabil 2 ml dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer dengan ditambah 3 tetes indikator PP dan larutan BaCl2. Dan terakhir dititrasi dengan HCl hingga larutan berubah menjadi merah muda. Selanjutnya menghitung kadar CO2 menggunakan rumus berikut:
Kadar CO2 =
Untuk perlakuan pada suhu ruang (25°C)  pada botol 1 memerlukan volume HCl sebanyak 8,6 ml untuk mengubah larutan menjadi berwarna merah muda sedangkan kadar CO2 yang dikeluarkan berdasarkan perhitungan rumus yaitu sebesar 68,8 ml/L. Sedangkan pada botol 2 di suhu ruang memerlukan volume HCl sebanyak 9 ml untuk mengubah warna larutan dan kadar  CO2 yang dikeluarkan sebesar  72 ml/L.
Untuk perlakuan dalam oven (40°C) pada botol 1 memerlukan volume HCl sebanyak 7,4 ml dan kadar CO2 yang dikeluarkan sebesar 59,2ml/L. Pada botol 2 yang ditaruh di oven memerlukan volume HCl sebanyak 3,5 ml dan kadar  CO2 yang dikeluarkan sebesar 28 ml/L.
Berdasarkan data yang didapat tersebut maka dapat diketahui bahwa laju respirasi dipengaruhi oleh suhu dan CO2.  Selain itu juga dipengaruhi oleh oksigen. Menurut Salisbury (1995) Bagi sebagian besar bagian tumbuhan dan spesies tumbuhan, Q10 respirasi biasanya 2,0 sampai 2,5 pada suhu antara 5 dan 25°C. Bila suhu meningkat lebih jauh sampai 30 atau 35°C, laju respirasi tetap meningkat, tapi lebih lambat, jadi Q10 mulai menurun.
Jadi wajar apabila dalam pengamatan laju respirasi kecambah kacang hijau lebih cepat pada suhu ruang (25°C) karena memang pada suhu tersebut laju respirasi berlangsung dengan cepat. Sedangkan pada oven yang suhunya makin meningkat maka laju respirasi akan menjadi menurun yang disebabkan oleh enzim yang mengalami denaturasi akibat pemanasan. Hal tersebut akan memperlambat proses metabolisme yang terjadi. Selain itu kecambah yang terletak dalam oven juga mengalami kesulitan dalam menangkap oksigen karena berada dalam  ruangan yang gelap dan tertutup. Berbeda halnya dengan kecambah yang ditaruh di ruangan terbuka. Padahal ketersediaan oksigen juga mempengaruhi laju respirasi. Menurut Achmad (2010) Oksigen sangat penting dalam perkembangan kecambah, karena kecambah melakukan respirasi aerob untuk memecahkan cadangan makanan dalam endosperma yang kaya akan lemak. Cadangan makanan yang digunakan dalam respirasi ini, berfungsi sebagai substrat yang dapat menghasilkan energi dalam menyokong proses pembelahan sel dan metabolisme sel lainnya (tahap awal pertumbuhan).
Faktor lain yaitu CO2, dimana CO2 yang dihasilkan pada proses respirasi didalam oven tidak diimbangi dengan tersedianya oksigen. Adapun kadar CO2 yang dikeluarkan oleh kecambah kacang hijau dapat menjadi tolak ukur  laju respirasi yang dilakukan oleh kecambah  kacang hijau tersebut.
Dan jika melihat dari data yang diperoleh maka dapat disimpulkan bahwa volume HCl yang dikeluarkan sebanding dengan laju respirasi yang dilakukan oleh kecambah biji kacang hijau.
Beikut merupakan reaksi kimia yang terjadi  pada saat respirasi kecambah biji kacang hijau:

CO2 +2 NaOH                            Na2CO3+H2O
Na2CO3+BaCl2                           2NaCl+BaCO3
BaCO3+2HCl                              BaCl2+CO2+H2O

Adanya penggabungan unsur negatif dan positif dan unsur asam dan unsur basa pada reaksi tersebut menyebabkan terjadinya yang disebut dengan kesetimbangan reaksi.
F. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
Berdasarkan hasil praktikum Penetapan Kadar Co2 Respirasi Jaringan Tumbuhan maka dapat disimpulkan bahwa  laju respirasi dipengaruhi oleh suhu, CO2, dan oksigen. Laju respirasi pada kecambah biji kacang hijau lebih tinggi pada suhu ruang (25°C) dibandingkan di dalam oven (40°C). Hal ini karena bagi sebagian besar bagian tumbuhan dan spesies tumbuhan, Q10 respirasi biasanya 2,0 sampai 2,5 pada suhu antara 5 dan 25°C. Bila suhu meningkat lebih jauh sampai 30 atau 35°C, laju respirasi tetap meningkat, tapi lebih lambat, jadi Q10 mulai menurun.  Selain itu pada suhu tinggi enzim yang berperan dalam proses metabolisme akan mengalami denaturasi sehingga proses respirasi akan berlangsung lebih lama.
Ketersediaan oksigen juga mempengaruhi laju respirasi. Dalam oven oksigen yang tersedia jauh lebih sedikit dibanding ruangan terbuka sehingga laju respirasi menurun.
Faktor lain yaitu CO2, dimana CO2 yang dihasilkan pada proses respirasi didalam oven tidak diimbangi dengan tersedianya oksigen. Adapun kadar CO2 yang dikeluarkan oleh kecambah kacang hijau dapat menjadi tolak ukur  laju respirasi yang dilakukan oleh kecambah  kacang hijau tersebut.
Adapun rekomendasi yang diberikan yaitu agar praktikan lebih berhati-hati dan teliti dalam melakukan praktikum terutama dalam melakukan titrasi agar dapat menentukan laju respirasi secara lebih akurat.







DAFTAR PUSTAKA
Achmad, Balie. 2010. Penetapan Kuosien Respirasi Jaringan Tumbuhan. http://arcturusarancione.wordpress.com/2010/06/28/penetapan-kuosien-respirasi-jaringan-tumbuhan/. (Diakses pada tanggal 10 Mei 2012).

Kamariyani. 1984. Fisologi Pasca Panen. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Krisdianto, dkk. 2005. Penuntun Praktikum Biologi Umum. Banjarbaru: FMIPA
Universitas Lambung Mangkurat.
Lovelles. A. R. 1997. Prinsip-prinsip Biologi Tumbuhan untuk Daerah Tropik. Jakarta: PT Gramedia.

Putra, Issanto. 2010. Penetapan Kuosien Jaringan Tumbuhan. http://4thena.wordpress.com/category/fisiologi-tumbuhan/. (Diakses pada tanggal 10 Mei 2012).

Salisbury, Frank B.  & Ross, Cleon W.  1995. Fisiologi Tumbuhan. Bandung: ITB.
Simbolon, Hubu. 1989. Biologi Jilid 3. Jakarta: Erlangga.
Tjitrosomo.1987. Botani Umum 2. Bandung:  Angkasa.
Wills RHH, Lee TH, Graham D, Glasson WBM, Hall EG. 1981. Postharvest. An Introduction to the Physiology and Handling of Fruits and Vegetables. Kensington, N.S.W. Australia: New South Wales University Press Limited.

Yasa, I Komang Jaya Santika. 2009. Respirasi Dipengaruhi oleh Beberapa Faktor. http://www.idonbiu.com.  ( Diakses pada  tanggal 10 Mei 2012).



LAMPIRAN
Pengamatan Kadar CO2

No
Perlakuan
Volume HCl titran(ml)
Kadar CO2 (ml/L)
1
Suhu ruangan (250 C)
          (Botol 1) 8,6
          (Botol 2) 9
(Botol 1) 68,8
        (Botol 2) 72
2
   Dalam oven (400 C)
(Botol 1) 7,4
( Botol 2) 3,5
(Botol 1)59,2
         (Botol 2) 28


Perhitungan:

Suhu  ruangan  250C:

1.      Kadar CO2 ==68.6 ml/l.
2.      Kadar CO2 ==72 ml/l.

Suhu oven 400C:
3.      Kadar CO2 ==59.2 ml/l.
4.      Kadar CO2 ==28 ml/l.






0 komentar:

About this Blog

Seguidores

Blog Archive

    © Summervina. Friends Forever Template by Emporium Digital 2009

Back to TOP