Cerpen Masa SMA (Part II)

>> Minggu, 11 Maret 2012

Hihi, akhirnya V posting cerpen jadul V lagi. Maaf ya kalau ide ceritanya, gaya bahasanya dan penulisannya masih sangat jauh dai kata 'Bagus' (-.-'). Atau mungkin tepatnya dibilang norak? Nggak apa-apa. V nggak bakalan marah kok. Karena V sendiri aja kadang malu sendiri baca ceritanya. Kok dulu V bisa ya bikin cerita yang kayak gini? *malah bingung sendiri* lols.

Oke, ini dia cerpen tanpa judul. Selamat membaca #Kabur XD
=============================================

Pagi hari,disekolah…

Naya sibuk mencontek PR Fisika teman-temannya. Linda,selly,dan Rika sibuk memelototinya saat ia dengan kalap mengambil buku PR milik Linda yang tergeletak begitu saja diatas meja.

“Aduh,gawat nih! Sebentar lagi masuk! Aku baru nyalin sampe nomor 3 nih! Gimana dong?!”ujar Naya panik.

Tak lama setelah Naya berkata demikian, bel tanda masukpun berbunyi. Naya terduduk pasrah menatap buku latihannya yang baru saja ditulis sebagian lembar.Dengan sigap,Dicky mengambil buku latihan milik Naya tanpa sepengetahuan Naya. Bersamaan dengan masuknya pak Thito, guru Fisika yang terkenal galak, Dicky melempar buku latihan Fisika Naya kemejanya kembali. Naya kaget begitu melihat Dicky melempar buku latihan miliknya. Dan ia lebih terkejut lagi saat mengetahui bahwa semua PR Fisikanya telah selesai dikerjakan. Naya melirik Dicky sekali lagi. Dicky tersenyum.

***

Dikantin,istirahat sekolah…


“Nay,kok tumben sih kamu nggak ngerjain PR? PR Fisika lagi! Ngapain aja kamu,sampe nggak ngerjain PR?”

Iya,Nay…kamu kerasukan setan mana sih? Kamu kan paling anti nyontek! Lagian kamu kan selalu paling hafal apa-apa aja tugas dan PR kita,dan selalu jadi orang pertama yang ngerjain tugas itu diantara kita”

Bener tuh! Untung ada Dicky…coba kalau nggak?? Udah dibikin sate tuh kamu sama pak Thito!”

Teman-teman Naya yaitu Linda, Selly, dan Rika sibuk menceramahinya. Namun Naya diam saja, tak menghiraukan mereka. Sampai akhirnya Dicky datang dan bergabung bersama mereka.

Hai,Nay…kamu baik-baik aja kan hari ini?” Tanya Dicky sambil menatap Naya dengan seksama.

Naya lagi-lagi diam. Pandangannya kosong. Teman-temannya jadi semakin bingung melihat tingkah Naya yang berubah drastis.

Nay,kamu…,”

“Dick,hmmm…makasih udah bantu aku tadi.” Kata Naya memotong perkataan Dicky.

Nggak perlu kok,Nay. Aku ikhlas kok bantuin kamu. Hanya saja…nggak biasanya kamu seperti tadi. Lupa ngerjain PR.

Aku…aku cuma…cuma nggak enak badan aja semalam. Jadi nggak mampu ngerjain PR.”

Teman-teman Naya kembali menghadiahkan Naya tatapan yang tajam. Seolah tak percaya dengan apa yang telah ia katakan.

***

Malam hari,23.07 WIB…


Halo,Linda…”

Huaamm…halo…”

Maaf ya, Lin, aku ganggu kamu. Aku…aku cuma…cuma mau bilang kalau aku…baru aja diputusin Zeffa.” Naya tak mampu lagi menyembunyikan isak tangisnya saat menelepon Linda.

Putus? Kapan, Nay?” suara Linda terdengar lebih bersemangat dari sebelumnya.

Kemarin. Aku mau cerita dengan kalian,tapi aku belum siap. Aku…aku…,”

“Tenang,Nay…bukannya ini yang kamu harapkan selama ini? Mengakhiri hubungan dengan Zeffa kan? Nah, kenapa kamu jadi sedih sekarang? Bingung deh aku jadinya.”

Masalahnya…aku sekarang benar-benar mencintai Zeffa…”perkataan Naya terhenti digantikan isak tangisnya.

Udah dong, Nay…nggak usah nangis lagi. Sabar aja, ya. Besok kita bicarain lagi masalahnya. Nah, sekarang kamu tidur, gih. Nggak usah nangis terus.”

Thanks ya, Lin. Ya udah aku tidur kalo gitu. Maaf udah ganggu tidur kamu. Bye…”

***


Minggu,08.22 WIB…

Sahabat-sahabat Naya berkumpul untuk mendengarkan ceritanya.

Jadi,kenapa Zeffa sampai mutusin kamu,Nay?" Tanya Rika.

Menurutnya,aku adalah cewek yang egois, selalu memikirkan diri sendiri, manja, dan…yah pokoknya aku adalah ketidakbenaran.”

“Zeffa bilang kayak gitu? Serius, Nay? Bukannya selama ini dia selalu nurutin kamu?” Tanya Selly masih tak percaya.

Semua ini memang salah aku. Wajar kalau Zeffa muak dan akhirnya memutuskan hubungannya denganku.” Ujar Naya diiringi tetesan bening yang mengalir lewat kedua pipinya.

***

Kamar Zeffa,20.52 WIB…

Zeffa menatap fhoto gadis yang beberapa waktu lalu sempat menghiasi hari-harinya yang dipenuhi duka. Pikirannya kembali melayang kemasa yang lalu. Saat-saat ia berpacaran dengan Naya.Saat ingat Naya, Zeffa juga akan ingat semua sifat dan tabiat Naya yang sempat bertahta dihatinya.

Naya…, putri tunggal seorang pengusaha sukses. Cantik, pintar, namun sayang sedikit manja. Bukan sedikit, mungkin lebih tepat jika dikatakan amat sangat manja. Dia selalu memaksa Zeffa untuk memenuhi segala permintaannya. Ia malu jika harus berjalan dengan sepeda motor Zeffa yang sangat sederhana. Ia tidak pernah peduli dengan Zeffa. Yang ia mau hanyalah Zeffa selalu menuruti dan memberinya segudang perhatian. Namun Zeffa tak bisa terus-menerus mengikuti segala kemauan Naya saat dia mengetahui ayahnya terkena serangan jantung. Ayah Zeffa tidak pernah menyetujui hubungan antara Zeffa dan Naya. Sampai suatu hari, seperti biasanya Zeffa bermaksud menemani Naya jalan-jalan, namun ayahnya melarangnya. Zeffa tak menghiraukan larangan ayahnya hingga akhirnya ayah Zeffa jatuh pingsan saat berusaha mengejar Zeffa yang hendak pergi menemui Naya. Gara-gara hal tersebut ayah Zeffa mesti dirawat di rumah sakit sekitar 1 minggu lamanya. Zeffa merasa amat bersalah pada ayahnya. Dia tak ingin membuat ayahnya sedih lagi. Dia memutuskan Naya demi ayah yang dicintainya. Karena Zeffa tak ingin melihat ayahnya menderita lagi karena keegoisannya.

Zeffa kemudian merobek photo Naya menjadi potongan-potongan yang begitu kecil sebelum dia memutuskan untuk tidur.

***


3 bulan kemudian…

Naya terbaring lemah, sementara Dicky, orang tua, dan ketiga sahabatnya berdiri cemas disamping tempat pembaringannya.

Kamu nggak papa kan, sayang?”Tanya ibu Naya dengan khawatir.

Ma, gimana keadaan Arya?”Tanya Naya pelan.

Kamu tenang aja, kata dokter sebentar lagi dia bakal siuman. Mama benar-benar bangga sama kamu, sayang”ibu Naya membelai-belai rambut putri semata wayangnya dengan kasih sayang.

Naya baru saja menjalani operasi. Ya, sebuah operasi donor ginjal. Ia baru saja mendonorkan ginjal kirinya kepada Arya, seorang cowok seumurannya yang menderita gagal ginjal. Naya begitu terharu karena baru kali ini untuk pertama kalinya dia merasa bahagia dan dapat membantu orang yang membutuhkannya. Ah…,seandainya Zeffa tahu akan semua yang telah Naya lakukan.

***

Awal Januari, 12.30 WIB…

Zeffa menatap seseorang yang begitu ia sayangi tengah terbaring lemah tak berdaya.

“Zef…,”panggil suara itu pelan.

Iya, ayah. Ayah sudah sadar?”Zeffa tampak sedikit lega daripada beberapa waktu sebelumnya, Bu, ayah sudah sadar” Zeffa menepuk pundak ibunya dengan lembut. Ibu zeffa yang baru saja tertidur dikursi disisi tempat tidur ayahnya seketika terbangun.

“Zef...ibu…,”panggil ayah Zeffa lagi. Zeffa dan ibunya segera mendekati orang yang begitu mereka sayangi.

Ayah…, syukurlah ayah sudah siuman” ujar ibu Zeffa yang seketika menjadi hilang rasa kantuknya.

Ibu Zeffa terlihat begitu pucat dan letih. Karena dia dengan setia menunggu suaminya sadar selama dua hari ini sehingga ia kekurangan tenaga akibat waktu tidur yang sedikit.

Ibu…Zeffa…maafkan ayah. Ayah dipecat dari perusahaan tempat ayah bekerja. Sepanjang perjalanan pulang kerumah ayah sangat kesal dan sedih…,” ayah Zeffa menghela nafas sebelum melanjutkan perkataannya.”sampai akhirnya ayah bertabrakan dengan sebuah mobil sedan. Ayah hanya ingat bahwa sepeda motor ayah menindih tubuh ayah sebelum akhirnya semuanya menjadi gelap.”

Zeffa terdiam mendengar perkataan ayahnya. Hatinya menjadi amat sedih. Tak cukupkah derita yang harus ditanggungnya saat ini sehingga Tuhan memberikan cobaan lagi yang semakin memberati langkahnya? Akibat kecelakaan yang dialami ayahnya,tugas Zeffa sebagai anak sulung di keluarganya menjadi begitu berat. Ayahnya mengalami kelumpuhan akibat kecelakaan tersebut,sehingga Zeffa harus bekerja keras sepulang sekolah untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. Bahkan sangat mungkin sekali Zeffa harus dengan berat hati untuk berhenti sekolah suatu saat nanti jika melihat keadaannya saat ini. Ia adalah harapan ayahnya saat ini untuk dapat menghidupi keluarganya, terlebih ketiga orang adiknya yang begitu ia sayangi. Tanggung jawab yang harus dipikulnya terasa begitu berat.

***

Lapangan basket, sepulang sekolah…

Naya dengan nafas yang belum teratur mendekati seseorang yang begitu ingin dijumpainya setelah sekian lama.

            “Ma...ma...af...aku...ter...lam...bat”ujar Naya dengan napas ngos-ngosan.

Ada perlu apa lagi? Cepat katakan. Aku nggak punya waktu banyak”

Naya menunduk. Ia kaget mendengar perkataan Zeffa barusan. Dia bukan Zeffa yang Naya kenal dulu. Zeffa Naya adalah Zeffa yang penyabar dan selalu berbicara penuh kasih sayang padanya.

Zeffa melirik jam tangan miliknya.

Jika lima menit lagi kamu nggak ngomong, aku bakalan pergi”ujar Zeffa dingin.

Baiklah…,” Naya menarik nafas dalam-dalam. Bagaimanapun juga dia harus mengatakannya, Aku ingin kita balikan lagi, Zef. Aku janji jika kamu ngasi aku kesempatan lagi buat jadi pacar kamu aku bakalan berubah. Aku nggak akan jadi Naya yang dulu.

Aku udah kenal kamu sejak lama, Nay. Dan aku udah muak dengan segala janji-janji kamu!”

Tapi,Zef…,”

Udahlah, Nay. Cewek seperti kamu mana bisa berubah!” ujar Zeffa tanpa memandang sedikitpun kearah Naya yang saat itu dibanjiri air mata.

Aku harus pergi sekarang. Bye…” Ujar Zeffa sambil berlalu meninggalkan Naya seorang diri dilapangan basket.

Naya menangis. Menangis sampai ia merasa segalanya menjadi gelap.

***


Kamar Naya, 15.30 WIB…

Dicky dan ibunda Naya duduk disamping tempat tidur Naya.

Sayang…, kamu udah bangun?” ujar ibu Naya kelihatan cemas.

Mama…Dicky…, kenapa kalian melihat Naya dengan ekspresi cemas seperti itu?”

“Sayang, kamu tadi jatuh pingsan. Untung ada Dicky yang nganterin kamu pulang. Dia nemuin kamu udah nggak sadarkan diri dilapangan basket sekolah tadi.” Ujar ibu Naya.

Naya memandang Dicky dan tersenyum manis kearahnya. Dicky adalah sahabat dekat Naya sejak kecil. Ia begitu baik pada Naya. Naya amat beruntung mengenal Dicky.

Thanks ya, Dick. Kamu udah sudi nganterin aku pulang. Maaf udah buat kamu repot.

Nggak perlu segitunya kali, Nay. Aku nggak pernah ngerasa direpotin sama kamu. Ujar Dicky tersenyum hangat kearah Naya.

***


Kamar Zeffa, 20.15 WIB…

Wajah Naya saat dilapangan basket tadi siang terus-menerus menghantui pikiran Zeffa. Ia merasa amat bersalah pada Naya. Namun ia tahu,bahwa mereka tidak akan pernah bias bersatu. Naya adalah sebuah mimpi buat seorang Zeffa. Dan ia tak ingin larut terlalu lama dalam mimpi tersebut. Naya adalah mutiara yang indah berkilau. Sedangkan dia? Hanyalah debu yang kotor dan hina.

Maafkan aku, Nay. Aku nggak bermaksud melukai hatimu. Andai saja kamu tau keadaanku sekarang…” Batin Zeffa.

***


Malam Minggu,19.09 WIB…

Naya terlihat berbincang-bincang dengan seorang lelaki seusianya diruang tamu.

Thanks ya, Nay. Aku nggak bisa balas kebaikan kamu. Tanpa pertolongan kamu mungkin aku sudah…,”

Ssstt! Udah, nggak usah ngomong kayak gitu lagi. Aku ikhlas kok nolongin kamu.”Ujar Naya pada Arya.

Tapi Nay, aku aneh aja. Kenapa kamu mau gitu aja donorin ginjal kamu ke aku? Padahal kan kamu nggak kenal sama aku sebelumnya.

Arya, aku ingin ngelakuin sesuatu yang berguna aja buat orang lain selagi aku hidup. Aku ingin dapat menolong orang yang memang lagi membutuhkan pertolongan semampu aku.

Arya menatap Naya tak berkedip.

Sungguh beruntung ya lelaki yang nantinya ngedapetin kamu, Nay. Kamu begitu baik dan peduli terhadap orang lain.”

Naya terdiam mendengar perkataan Arya. Ia teringat akan Zeffa, mantan kekasihnya. Apakah Zeffa pernah berpikir bahwa dia adalah lelaki yang sangat beruntung saat memiliki Naya dulu??

Mata Naya berkaca-kaca saat teringat Zeffa. Hatinya sakit. Nafasnya terasa sesak. Zeffa adalah korban dari keegoisannya.

‘Maafkan aku, Zef’ Batin Naya.

***


2 Minggu kemudian…

Naya memandang kertas yang ada digenggamannya dengan mata berkaca-kaca. Dia berusaha menghibur dirinya sendiri bahwa apa yang tertulis dikertas itu tidak benar. Air mata Naya pun menetes membasahi kertas yang dari tadi dipegangnya sebelum akhirnya kertas itu ia remuk dan ia robek menjadi potongan-potongan kecil—bahkan amat begitu kecil.

Ia menangis, menangis, dan menangis. Sampai akhirnya tertidur dengan kesedihan yang mendalam.

***


Malam harinya…

Dicky mengajak Naya makan malam dicafè  langganan mereka.

Nay, kamu kok kelihatan sedih banget sih? Ada masalah, ya?”Tanya Dicky aneh melihat Naya yang murung sekali.

Aku nggak ada masalah kok, Dick. Aku  cuma…cuma  lagi kangen…Zeffa…”   

Dicky menghela nafas panjang saat mendengar nama Zeffa.

Naya, kamu nggak perlu terus-terusan mikirin cowok brengsek seperti Zeffa. Kalau dia beneran sayang sama kamu, dia nggak bakalan ninggalin kamu, kan? Dan kamu lihat sendiri kan, dia sekarang udah nggak peduli sama sekali dengan kamu! Jadi tolong…,lupain dia.

Naya begitu kesal mendengar perkataan Dicky. Namun sebenarnya apa yang Dicky katakan banyak benarnya juga. Zeffa memang sudah berubah. Dia bukan Zeffanya Naya lagi. Tapi mampukah Naya untuk melupakan Zeffa,malaikat buatnya? Walaupun malaikat itu sudah tak bersayap atau bahkan menjelma menjadi iblis mengerikan sekalipun?

Tanpa Naya sadari air matanya menetes. Dicky mengusap air matanya dengan lembut, membuat Naya tersadar dari lamunannya  akan Zeffa. Naya segera menepis tangan Dicky.

Nay, apakah hati kamu hanya untuk Zeffa? Kenapa kamu nggak belajar buat melupakan dia dan mulai membuka hati buat orang yang ada dihadapan kamu saat ini?”

Naya terperangah demi mendengar segala perkataan Dicky. Ia menatap lekat kearah cowok yang terbilang manis tersebut. Naya sudah cukup lama mengenal Dicky. Sejak dulu Dicky selalu membantunya disaat dia kesusahan. Menghiburnya disaat dia sedih.  Bahkan kedua orang tua Dicky pun memperlakukan Naya dengan begitu baik, membuat Naya begitu betah berlama-lama dirumah Dicky. Dan selama mereka bersahabat belum pernah sekalipun Naya melihat ataupun mendengar Dicky jatuh cinta dan punya pacar. Yang Naya tahu,hanya Nayalah cewek satu-satunya yang dekat dengan Dicky selama ini. Namun tak pernah terlintas dipikiran Naya sekalipun bahwa Dicky menyukainya!

Maaf banget, Dick. Hatiku cuma buat Zeffa saat ini. Jangan paksakan aku untuk melupakannya dan menggantikan posisinya dihatiku. Sekali lagi maaf, Dick…”

Baiklah, Nay. Kalau itu keputusanmu. Kamu nggak perlu minta maaf sama aku. Apapun yang kamu lakukan aku akan selalu mendukung kamu. Aku hanya ingin melihat kamu senyum dan bahagia terus.” Ujar Dicky dengan senyuman yang terkesan dipaksakan. Ia berusaha untuk menyembunyikan kekecewaannya dari Naya. Ia tak ingin Naya sedih dan merasa bersalah padanya.

***


Dua bulan kemudian…

‘kekasih…
Apakah yang terjadi…
Gundah tak juga reda…hati teriris luka…
Mengapa kau hancurkan semua…saat begitu dalam aku jatuh padamu…
Hilang secepat ini…saat aku mulai merasa…
Kau pergi…saat kuyakini cintamu…saatku percaya dirimu…
Satu-satunya untukku…dan kau pergi…,’ Lagu dari Numata tersebut semakin membuat tangis Naya semakin menjadi. Ia menggenggam photonya bersama Zeffa saat mereka berpacaran dulu.

Zef, nggak bisakah kamu ngasi aku kesempatan sekali lagi? Aku benar-benar ingin ngebuktiin kalau aku mampu jadi Naya seperti yang kamu mau. Aku mampu, Zef…,”batin Naya.

Sesaat Naya memegang kepalanya yang terasa begitu sakit. Naya menahan rasa sakit itu. Sampai-sampai ia menggigit guling yang ia pegang sekuat mungkin. Air mata mengalir dari kedua kelopak matanya menahan rasa sakit yang begitu hebat menyerang kepalanya. Sebelum akhirnya ia terbaring diranjangnya dengan tak sadarkan diri.

***


Tiga minggu kemudian…

Naya terbaring lemah diruang tempat ia dirawat. Wajahnya terlihat begitu pucat. Tubuhnya dipenuhi berbagai macam alat yang sengaja dipasang agar keadaannya tidak semakin memburuk. Naya tersenyum pada orang-orang yang begitu menyayangi dan mencemaskan keadaannya. Ada mama, papa, Dicky, Selly, Rika, Linda, Arya dan masih banyak lagi sahabat-sahabatnya yang begitu takut kehilangan Naya. Sekali lagi Naya tersenyum pada mereka.Naya adalah gadis yang begitu hebat. Ditengah segala penderitaan dan rasa sakit yang dialaminya, ia masih dapat tersenyum buat semua orang yang menyayanginya. Ia ingin agar semua orang tidak mengkhawatirkan keadaannya.

Dicky…, Zeffa m...na?”Tanya Naya pelan.

Dicky yang tak menyangka akan ditanya demikian oleh Naya menjadi gelagapan.

“Zeffa –dia-dia nanti dating, kok. Tadi-tadi dia mau kesini tapi-tapi lagi ada urusan lain” ujar dicky yang terpaksa berdusta pada Naya.

“Ooh. Tapi…dia pas..ti da...tang, kan? A..ku pe..ngen dia da..tang. A..ku mau dia da..tang se..ce..patnya.

Mendengar hal itu Dicky dan sahabat-sahabat Naya yang lain saling berpandangan. Mereka tak tega terus-terusan membohongi Naya yang begitu mengharapkan kedatangan Zeffa.

***


Kamar Zeffa,20.17 WIB…

Handphone Zeffa bergetar. Zeffa segera meraih handphonenya yang tergeletak diatas meja belajarnya.

Halo…”

Halo, Zef…,”
 
Ada apa, Sel?”

“Naya, Zef! Naya…,”

Dia kenapa?”

Dia sekarang dirumah sakit. Keadaannya kritis. Kamu harus datang kesini pokoknya! Nggak pake alasan, Zef! Dia sangat mengharapkan kedatangan kamu!”ujar Selly sebelum mengakhiri pembicaraannya.

Zeffa segera menyambar jaketnya dan bersiap-siap hendak pergi menuju kerumah sakit. Namun tiba-tiba ibunya muncul didepan pintu kamarnya.

Mau kemana kamu, Zef?”selidik ibunya.

Kerumah sakit, bu. Naya lagi…,”

Ibu nggak izinkan! Ingat Zef, kamu udah janji sama ayah kalau kamu nggak akan berhubungan dengan gadis itu lagi! Kamu nggak pengen melihat penyakit ayahmu kumat lagi, kan? Atau…, kamu senang ya kalau ayah kamu nggak ada?!”

“Bukan begitu, bu. Masalahnya Naya memerlukan Zeffa saat ini. Dia…,”

Zef, dengerin ibu! Dia nggak pernah butuh kamu! Apa yang bisa diharapkan dari cowok miskin seperti kamu, nak?! Dia itu orang kaya. Apa yang ia perlukan bisa ia dapatkan hanya dengan kekayaan yang dimiliki orang tuanya. Jadi sebaiknya kamu membatalkan niatmu untuk menemuinya!”

Nggak bisa, bu! Pokoknya Zeffa harus pergi!”

Zeffa berusaha untuk segera keluar dari kamarnya. Namun ia kalah cepat. Ibunya segera mengunci pintu kamarnya dari luar. Zeffa memohon-mohon pada ibunya supaya membukakan pintu kamarnya namun ibunya tak menghiraukan ratapan anak sulungnya tersebut.

***


Taman sekolah, 06.34 WIB…

Dicky berjalan mendekati Zeffa yang sedang menyendiri ditaman sekolah. Dicky pun duduk disamping Zeffa.

“Dicky…”ujar Zeffa yang sedikit kaget saat melihat Dicky tiba-tiba sudah berada disampingnya. Wajah Dicky terlihat kusut dan tak seperti biasanya.

Aku kecewa kamu nggak bisa nemuin Naya dirumah sakit semalam. Andai saja kamu datang…, pasti dia akan bertahan. Setidaknya untuk beberapa waktu lagi…,”ujar Dicky dengan mata berkaca-kaca.

Dick, maksud kamu apa?” Tanya Zeffa menatap serius kearah Dicky.

Naya…dia…dia udah pergi, Zef. Puas kan kamu sekarang?! Apa ini yang kamu tunggu? Dia pergi sebelum keinginannya terwujud. Dia pengen kamu datang disaat-saat terakhir hidupnya. Dia…dia…,”Dicky tak mampu lagi meneruskan kata-katanya. Airmatanya tumpah begitu saja.

Kesedihan yang Dicky rasakan,rupanya menular pada Zeffa. Zeffa segera menutup wajahnya dengan kedua tangannya.

Asal kamu tahu zef aku begitu mencintai Naya, bahkan sebelum kalian saling kenal. Namun…, sayangnya hati dan cinta Naya hanya diperuntukkan bagimu sampai ia menghembuskan nafas terakhirnya”

Zeffa hanya terdiam mendengar perkataan Dicky. Ia dilanda kesedihan sekaligus penyesalan yang begitu dalam.

“Sejak kamu memutuskan hubungan dengannya, Naya berubah drastis. Dia menjadi Naya yang mandiri, dewasa, dan selalu berusaha untuk membuat orang lain disekitarnya bahagia. Dia sering berkunjung ke panti asuhan setiap akhir pekan. Memberikan bantuan untuk anak-anak panti tersebut. Bahkan dia juga mengajak Selly, Rika, dan Linda untuk membantunya mengajari anak-anak jalanan supaya dapat membaca dan berhitung disebuah tempat yang sengaja ia sulap menjadi tempat belajar yang mengasyikkan. Dan yang lebih penting yang harus kamu ketahui bahwa Naya mendonorkan ginjal kirinya untuk Arya, seorang penderita gagal ginjal. Dia benar-benar berubah, Zef. Namun sayangnya kamu nggak pernah percaya bahwa dia bisa berubah menjadi gadis yang lebih baik.”

Zeffa menangis sejadi mungkin demi mendengar penuturan Dicky.

Namun sayangnya Tuhan menginginkan hal lain bagi Naya. Naya akhirnya harus pergi akibat kanker otak yang dideritanya. Dan dia menyembunyikan  penyakitnya itu dari kedua orang tuanya. Dia nggak mau orang-orang mengkhawatirkannya. Dia nggak mau dikasihani, Zef”

Dicky menatap buku mungil yang sejak tadi digenggamnya.

Ini diary Naya.Orang tuanya memutuskan untuk memberikannya padamu.”Ujar Dicky sambil bersiap-siap hendak pergi meninggalkan Zeffa.

Zeffa menatap diary Naya yang kini ada digenggamannya. Seketika ia merasa ragu untuk membukanya. Zeffa akhirnya membuka diary tersebut dari lembar pertama. Ia dengan serius membaca segala perasaan dan kisah hidup Naya tersebut. Sampai gerimis yang turun membasahinya tak lagi dihiraukannya. Tetesan air matanya serta gerimis yang turun berpadu jadi satu. Hingga akhirnya Zeffa sampai dihalaman terakhir...


‘Bisikan maut mengajakku tuk berkelana
Dewa amor masih menjeratku
Ikatkanku di bumi,dipadang cinta
Kupilih ikut yang mana?
Maut terus merayu,seakan menggoda
“Zeffa” menarikku tuk tetap tinggal
Aku tak mampu bilang apapun padanya
Zeffa dan aku sebuah kemustahilan
Bayang Zeffa memudar sebelum aku memeluknya
Zeffa menghilang bagai uap
Pangeran maut tersenyum
Aku telah kalah
Zeffa tak membelaku
Aku harus mengikuti irama kematian
Walaupun hanya mengeja
Pun akhirnya KEMATIAN itu tetap terbaca
Jika saatnya tiba
Kan kutulis ZEFFA dengan darahku sendiri!’


Zeffa menatap diary mungil Naya yang baru selesai dibacanya.

Maafkan aku, Nay. Tak bisa menghadiahkanmu pelukan terakhir demi melepas kepergianmu. Maafkan aku yang udah nggak percaya dengan kamu lagi.kamu adalah gadis terhebat yang pernah aku kenal. Dan akan terus abadi direlung hatiku. Semoga kamu bahagia disana’ Batin Zeffa sambil menatap langit yang mendung sebelum dia melangkah pergi membawa setumpuk penyesalannya.

***


Kamar Zeffa, 20.43 WIB

Zeffa memandang sebuah photo digenggamannya. Photo yang dulu sempat ia robek dengan sadisnya, namun kini telah ia susun dengan rapi hingga memperlihatkan sesosok gadis yang sedang tersenyum manis. NAYA!

Zeffa mencium photo Naya dengan penuh kasih sayang sebelum akhirnya tertidur dengan mata sembab. Namun alunan lagu’Tercipta Untukku’ dari Ungu yang merupakan lagu kesukaan Naya semasa hidupnya terus berkumandang mengiringi Zeffa yang tertidur dalam duka.

‘Menatap indahnya senyuman diwajahmu…
Membuatku terdiam dan terpaku..
Mengerti akan hadirnya cinta terindah…
Saat kau peluk mesra tubuhku…
Banyak kata yang tak mampu ku ungkapkan kepada dirimu…
Aku ingin engkau slalu
Hadir dan temani aku
Disetiap langkah yang meyakiniku
Kau tercipta untukku
Meski waktu akan mampu
Memanggil sluruh ragaku
Kuingin kau tahu..ku slalu milikmu
Yang mencintaimu…
Spanjang hidupku…
                                   

                                                    SELESAI

Read more...

About this Blog

Seguidores

    © Summervina. Friends Forever Template by Emporium Digital 2009

Back to TOP