[Laporan Mikroteknik] PREPARAT SAYATAN ORGAN TUMBUHAN
>> Selasa, 25 Juni 2013
BAB
I
PENDAHULUAN
A. TUJUAN
Tujuan
praktikum adalah untuk membuat sediaan organ tumbuhan dengan menggunakan
paraffin.
B. DASAR TEORI
Metode paraffin merupakan cara pembuatan preparat permanen dengan menggunakan paraffin sebagai media embedding dengan tebal irisan kurang lebih mencapai 6 µm-8 µm. Metode ini memiliki irisan yang lebih tipis dibandingkan dengan menggunakan metode beku atau metode seloidin
yang tebal irisannya kurang lebih mencapai
10 µm. Prosesnya juga jauh lebih cepat dibandingkan metode seloidin. Selain itu metode parafin juga memiliki kejelekan yaitu jaringan menjadi keras, mengerut dan mudah patah, jaringan-jaringan yang besar menjadi tidak dapat dikerjakan,
dan sebagian besar enzim-enzim akan larut karena menggunakan metode ini(Gunarso, 1986).
Metode
paraffin memiliki langkah-langkah penting dalam metode ini antara
lain fiksasi, pencucian, dehidrasi, penjernihan, embedding, penyayatan (section),
penempelan, pewarnaan, dan penutupan(Dasumiati, 2008).
Prosedur
pembuatan sediaan menggunakan metode parafin pada umumnya sama baik pada
jaringan hewan maupun tumbuhan. Pertama-tama organ yang akan dijadikan preparat
diisolasi terlebih dahulu, kemudian difiksasi minimal 24 jam, didehidrasi
dengan alkohol bertingkat selama 30 menit, diclearing dengan xylol murni juga
selama 30 menit, diinfiltrasi agar parafin yang masuk berfungsi sebagai
penyangga jaringan saat diiris dengan mikrotom, lalu diembedding (proses
penanaman) yaitu merendam jaringan saat ke dalam parafin cair, dan parafin akan
masuk ke seluruh bagian jaringan, proses pemotongan dengan mikrotom, penempelan
pada kaca objek, pewarnaan dengan hematoksilin (pada umumnya bahan ini yang
sering digunakan untuk jaringan hewan) sedangkan jaringan tumbuhan seringkali
menggunakan safranin ataupun fast green. Setelah diwarnai lalu dimounting,
diberi perekat entellan, dan diberi label nama (Santoso, 2002).
Struktur jaringan penyusun akar tumbuhan Monokotil sebagai berikut.
a) Epidermis, korteks, dan perisikel memiliki struktur, lokasi, dan fungsi seperti pada akar tanaman Dikotil.
a) Epidermis, korteks, dan perisikel memiliki struktur, lokasi, dan fungsi seperti pada akar tanaman Dikotil.
b) Fungsi xilem dan floem sama seperti pada tanaman Dikotil, tetapi letak keduanya saling berdekatan
karena tidak memiliki kambium.
c) Empulur, terletak di bagian tengah serta dikelilingi xilem dan floem yang berselang-seling.
c) Empulur, terletak di bagian tengah serta dikelilingi xilem dan floem yang berselang-seling.
Gambar
1: akar tumbuhan monokotil
(Maulana,
2012).
Seperti halnya akar, batang juga tersusun atas
berbagai jaringan, yaitu jaringan epidermis, jaringan dasar, dan jaringan
pembuluh. Jaringan dasar tersusun oleh korteks, sedangkan jaringan pembuluh terdapat
berkas vaskuler yaitu xilem dan floem.
Gambar
2: struktur batang tumbuhan dikotil
Jaringan epidermis pada batang memiliki ciri
yang sama seperti jaringan epidermis pada akar. Misalnya, sel yang tipis dan
tersusun rapat serta berkutikula pada akar dan batang. Fungsi jaringan epidermis pada batang
juga sama dengan jaringan epidermis pada akar yaitu melindungi jaringan yang
ada di dalamnya.
Lapisan penyusun batang selanjutnya adalah
jaringan dasar. Di dalam jaringan ini terdapat korteks. Korteks pada batang
meliputi dua macam jaringan, yakni jaringan korteks luar dan korteks dalam. Sel
kolenkim dan sel parenkim adalah penyusun korteks luar. Korteks dalam hanya
disusun dari sel-sel parenkim saja. Korteks dalam (endodermis) dimiliki oleh
semua tumbuhan. Namun sebaliknya, tidak semua tumbuhan memiliki korteks luar.
Setelah korteks, tubuh tumbuhan tersusun oleh
jaringan pembuluh. Di dalam jaringan pembuluh terdapat stele atau silinder
pusat. Pada tumbuhan dikotil, stele terletak di sebelah dalam korteks atau
sebelah dalam endodermis. Sementara, lapisan terluarnya disebut perisikel atau
perikambium. Di sebelah dalam korteks terdapat empulur dan berkas pengangkut.
Pada berkas pengangkutan ini terdapat xilem dan floem. Sementara, di tengah
stele terdapat empulur. Empulur juga ada di antara xilem dan floem. Bentuknya
seperti jari-jari, disebut jari empulur. Selain itu, di antara xilem dan floem
juga terdapat kambium. Oleh karena itu, berkas pengangkutannya disebut berkas
kolateral terbuka. Kambium memiliki dua bagian, yakni kambium vaskuler dan
kambium intravaskuler. Bagian kambium yang berada di antara xilem dan floem
berasal dari prokambium disebut kambium vaskuler. Sedangkan kambium di luar
xilem dan floem yang berasal dari sel-sel parenkim disebut kambium
intravaskuler.
Tabel
1: Jaringan-Jaringan Penyusun Batang Dikotil Beserta Letak dan Fungsinya
(Alfiansyah, 2011).
BAB II
METODOLOGI
A.
WAKTU
PELAKSANAAN
Praktikum ‘Preparat Sayatan Organ
Tumbuhan’ dilaksanakan pada:
hari/tanggal :
tempat : Laboratorium pendidikan Biologi FKIP
Universitas Tanjungpura
B.
ALAT
DAN BAHAN
Alat:
1. alat
untuk pemotongan/ pengambilan organ (seperangkat alat bedah),
2. alat
untuk infiltrasi parafin (oven, beaker glass, pinset),
3. alat
untuk embedding (pinset, kotak-kotak kecil 1,5 cm x 1,5 cm),
4. alat
untuk sectioning (mikrotom dan kuas),
5. alat
untuk affixing (objek glass, pipet tetes, cotton bud, dan hot plate),
6. alat
untuk staining/ pewarna (staining jar, kertas label dan tissue),
7. alat
untuk mounting (cover glass), dan
8. alat
untuk pengamatan (mikroskop).
Bahan:
1. batang
Coleus sp dan akar Areca cateca ,
2. alkohol
70%, 80%, 90%, 96% dan 100%
3. fiksatif
FAA dalam alkohol 95% (jika bahan lunak) atau FAA dalam alkohol 70% (jika bahan
keras),
4. safranin
1% dalam alkohol 70%,
5. alkohol
: xylol (3 : 1), (1 : 1) dan (1 : 3),
6. akuades,
7. xylol,
8. parafin,
dan
9. canada
balsam.
C.
CARA
KERJA
1. Pengambilan
sampel: bahan dipotong dengan silet tajam agar bahan tidak tertekan.
-Batang dan akar yang berbentuk silinder
dipotong dengan ukuran 1 x 1 cm.
2. Fiksasi:
organ direndam dalam fiksatif FAA selama ± 24 jam (untuk bahan tebal atau besar
minimal 48 jam).
3. Dehidrasi:
-alkohol 96% selama 30 menit (dimulai
dari alkohol 70% jika alkohol yang digunakan dalam FAA adala alkohol 70%),
-alkohol 80% selama 30 menit,
-alkohol 70% selama 30 menit,
-staining: safranin 1% selama 24 jam
(over night),
-alkohol 70% selama 30 menit,
- alkohol 80% selama 30 menit,
- alkohol 96% selama 30 menit, dan
- alkohol 100% selama 30 menit.
4. Dealkoholisasi/ clearing:
- Alkohol: Xylol = 3 : 1
- Alkohol: Xylol = 1 : 1
- Alkohol: Xylol = 1 : 3
- xylol selama 2 x 30 menit
5. Infiltrasi
paraffin: di dalam oven suhu ± 58- 60º C
- Paraffin : Xylol = 9 : 1 selama 24
jam,
- Paraffin murni I selama 24 jam, dan
- Paraffin murni II selama 1 jam.
6. Embedding:
blok paraffin dicetak dalam kotak-kotak dan diatur letak/ posisi organ sesuai
dengan arah pemotongan, dibiarkan ± 24 jam dalam refrigerator.
7. Sectioning
-Blok
dipasang pada holder, dirapikan sisi atas sejajar dengan sisi bawah,
-holder dipasang pada mikrotom, dan
- disayat dengan ketebalan ± 4-6 μm.
8. Penempelan
(Affixing):
-gelas benda dibersihkan dengan alkohol
70% agar bebas lemak,
-diteteskan albumin pada gelas benda,
digosok rata,
-diberi akuades secukupnya,
-diletakkan pita sayatan (coupes) di atas akuades, dan
-gelas benda dipindahkan ke atas hot
plate dengan suhu ± 50ºC, diatur posisi pita organ, dibiarkan sampai akuades
kering.
9. Staining:
- Xylol I
- Xylol II
- Alkohol : Xylol = 1 : 3
- Alkohol : Xylol = 1 : 1
- Alkohol : Xylol = 3 : 1
- Alkohol 96 %
- Alkohol 96 %
- Alkohol 96 %
- Alkohol 80%
- Alkohol 70%
(Xylol I-Alkohol 70% di atas masing-masing 3 menit)
-Safranin 1% selama ± 15 menit (dicek di bawah
mikroskop)
- Alkohol 70% selama 2 x 3 menit
-Alkohol 80%
-Alkohol 96%
-Alkohol 96%
-Alkohol 96%
- Alkohol : Xylol = 1 : 3
- Alkohol : Xylol = 1 : 1
- Alkohol : Xylol = 3 : 1
-Xylol I
-Xylol II
(Alkohol 80%-Xylol II masing-masing 3 menit)
10. Mounting:
ditutup dengan canada balsam dan gelas penutup, hindari terbentuknya gelembung
udara.
11. Pelabelan
12. Diperiksa
di bawah mikroskop
BAB
III
HASIL
DAN PEMBAHASAN
. A. HASIL PENGAMATAN
B. PEMBAHASAN
Berdasarkan
hasil pengamatan pada praktikum Preparat
Sayatan Organ Tumbuhan, pada preparat batang yang menggunakan tumbuhan Coleus Sp apabila dibandingkan dengan
gambar literatur maka terlihat banyak kesamaan. Terlihat bahwa struktur batang Coleus Sp tersusun rapi (teratur) yang
pada pengamatan mikroskop terlihat bagian-bagiannya sebagai berikut: empulur,
epidermis, berkas pembuluh dan korteks. Masih sulit untuk membedakan antara
pembuluh xylem dan floem. Sedangkan pada preparat akar pinang (Areca cateca) yang merupakan tumbuhan
monokotil seharusnya menurut literatur akan diperoleh susunan (struktur)
jaringan yang teratur tetapi pada pengamatan diperoleh kekeliruan dimana
jaringan akar pinang (Areca cateca)
yang diperoleh tidak sesuai dengan literatur yang seharusnya terusun rapi.
Adanya kekeliruan ini disebabkan
kesalahan pada saat penyayatan (sectioning)
dimana jaringan yang sudah ditanam dalam blok-blok parafin sulit untuk disayat
dengan mikrotom. Jaringan tampak keras dan rapuh. Hal ini dikarenakan jaringan
terlalu lama direndam dalam fiksatif sehingga menyebabkan jaringan menjadi
keras dan rapuh sehingga menyulitkan pada saat proses penyayatan dengan bantuan
mikrotom. Selain oleh proses fiksasi, menurut Gunarso (1989), proses pengerasan
juga berlangsung dalam serangkaian cairan alkohol yang berbeda konsentrasinya
pada proses dengan dehidrasi. Selain itu, Gunarso (1989) menambahkan bahwa bila
proses penjernihan menggunakan xylol atau benzene, maka terlihat bahwa cairan
cenderung akan berwarna keputihan. Hal tersebut menandakan bahwa proses
dehidrasi yang telah dilakukan masih kurang sempurna.
Adapun
bagian jaringan akar pinang (Areca cateca)
(monokotil) yang terlihat dengan bantuan mikroskop yaitu bulu akar, korteks,
empulur, dan endodermis.
Selain
itu pada preparat terlihat adanya gelembung-gelembung udara yang disebabkan
ketidaksempurnaan dalam proses mounting dengan canada balsam dan penutupan
preparat dengan cover glass. Hal ini bisa saja menyebabkan cover glass pecah.
Untuk itu sebaiknya diperlukan kehati-hatian dalam proses penutupan (mounting)
agar tidak terbentuk gelembung udara.
BAB IV
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
1. Jaringan
batang tumbuhan dikotil tersusun secara rapi (teratur) yang pada pengamatan
dengan mikroskop terdiri atas bagian-bagian; empulur, epidermis, berkas
pembuluh dan korteks.
2. Jaringan
akar tumbuhan monokotil seharusnya tersusun rapi (teratur) yang pada pengamatan
dengan mikroskop terdiri atas bagian-bagian; empulur, endodermis, korteks, dan
bulu akar.
3. Adanya
ketidaksesuaian hasil struktur jaringan akar tumbuhan monokotil pada pengamatan
disebabkan jaringan mengalami pengerasan (menjadi rapuh).
4. Pengerasan
jaringan disebabkan jaringan terlalu lama direndam dalam fiksatif. Selain itu
juga disebabkan ketidaksempurnaan pada proses dehidrasi.
DAFTAR
PUSTAKA
Alfiansyah. 2011. Struktur Jaringan Batang Tumbuhan Dikotil.
(online). http://www.sentra-edukasi.com/2011/06/struktur-jaringan-batang-tumbuhan_19.html.
(Diakses
14 Juni 2013).
Maulana, Puri. Struktur Jaringan Penyusun Akar Monokotil. (online). http://perpustakaancyber.blogspot.com/2012/12/struktur-jaringan-penyusun-akar
monokotil.html. (Diakses
14 Juni 2013).
Dasumiati. 2008. Diktat Kuliah Mikroteknik. Prodi Biologi
Fakultas Sains dan Teknologi UIN Syarif.
Gunarso W. 1986. Pengaruh
Dua Jenis Cairan Fiksatif yang Berbeda pada Pembuatan Preparat dari
Jaringan Hewan Dalam Metoda Mikroteknik Parafin. Bogor: IPB Press.
Santoso,
H. B. 2002. Bahan Kuliah Teknik
Laboratorium. Banjarbaru: Universitas Lambung Mangkurat.