[Laporan Mikroteknik] PREPARAT SAYATAN ORGAN TUMBUHAN

>> Selasa, 25 Juni 2013

BAB I
PENDAHULUAN

A.    TUJUAN
Tujuan praktikum adalah untuk membuat sediaan organ tumbuhan dengan menggunakan paraffin.

B.     DASAR TEORI
Metode paraffin merupakan cara pembuatan preparat permanen dengan menggunakan paraffin sebagai media embedding dengan tebairisan kurang lebih mencapai 6 µm-8 µm. Metode ini memiliki irisan yang lebih tipis dibandingkan dengan menggunakan metode beku atau metode seloidin yang tebal irisannya kurang lebih mencapai 10 µm. Prosesnya juga jauh lebih cepat dibandingkan metode seloidin. Selain itu metode parafin juga memiliki kejelekan yaitu jaringan menjadi keras, mengerut dan mudah patah, jaringan-jaringan yang besar menjadi tidak dapat dikerjakan, dan sebagian besar enzim-enzim akan larut karena menggunakan metode ini(Gunarso, 1986).
Metode paraffin memiliki langkah-langkah penting dalam metode ini antara lain fiksasi, pencucian, dehidrasi, penjernihan, embedding, penyayatan (section), penempelan, pewarnaan, dan penutupan(Dasumiati, 2008). 
Prosedur pembuatan sediaan menggunakan metode parafin pada umumnya sama baik pada jaringan hewan maupun tumbuhan. Pertama-tama organ yang akan dijadikan preparat diisolasi terlebih dahulu, kemudian difiksasi minimal 24 jam, didehidrasi dengan alkohol bertingkat selama 30 menit, diclearing dengan xylol murni juga selama 30 menit, diinfiltrasi agar parafin yang masuk berfungsi sebagai penyangga jaringan saat diiris dengan mikrotom, lalu diembedding (proses penanaman) yaitu merendam jaringan saat ke dalam parafin cair, dan parafin akan masuk ke seluruh bagian jaringan, proses pemotongan dengan mikrotom, penempelan pada kaca objek, pewarnaan dengan hematoksilin (pada umumnya bahan ini yang sering digunakan untuk jaringan hewan) sedangkan jaringan tumbuhan seringkali menggunakan safranin ataupun fast green. Setelah diwarnai lalu dimounting, diberi perekat entellan, dan diberi label nama (Santoso, 2002).
Struktur jaringan penyusun akar tumbuhan Monokotil sebagai berikut.
a) Epidermis, korteks, dan perisikel memiliki struktur, lokasi, dan fungsi seperti pada 
akar tanaman Dikotil.


b) Fungsi xilem dan floem sama seperti pada tanaman Dikotil, tetapi letak keduanya saling berdekatan karena tidak memiliki kambium.
c) Empulur, terletak di bagian tengah serta dikelilingi xilem dan floem yang berselang-seling. 

Gambar 1: akar tumbuhan monokotil

(Maulana, 2012).

Seperti halnya akar, batang juga tersusun atas berbagai jaringan, yaitu jaringan epidermis, jaringan dasar, dan jaringan pembuluh. Jaringan dasar tersusun oleh korteks, sedangkan jaringan pembuluh terdapat berkas vaskuler yaitu xilem dan floem. 

Gambar 2:  struktur batang tumbuhan dikotil

Jaringan epidermis pada batang memiliki ciri yang sama seperti jaringan epidermis pada akar. Misalnya, sel yang tipis dan tersusun rapat serta berkutikula pada akar dan batang. Fungsi jaringan epidermis pada batang juga sama dengan jaringan epidermis pada akar yaitu melindungi jaringan yang ada di dalamnya. 
Lapisan penyusun batang selanjutnya adalah jaringan dasar. Di dalam jaringan ini terdapat korteks. Korteks pada batang meliputi dua macam jaringan, yakni jaringan korteks luar dan korteks dalam. Sel kolenkim dan sel parenkim adalah penyusun korteks luar. Korteks dalam hanya disusun dari sel-sel parenkim saja. Korteks dalam (endodermis) dimiliki oleh semua tumbuhan. Namun sebaliknya, tidak semua tumbuhan memiliki korteks luar. 
Setelah korteks, tubuh tumbuhan tersusun oleh jaringan pembuluh. Di dalam jaringan pembuluh terdapat stele atau silinder pusat. Pada tumbuhan dikotil, stele terletak di sebelah dalam korteks atau sebelah dalam endodermis. Sementara, lapisan terluarnya disebut perisikel atau perikambium. Di sebelah dalam korteks terdapat empulur dan berkas pengangkut. Pada berkas pengangkutan ini terdapat xilem dan floem. Sementara, di tengah stele terdapat empulur. Empulur juga ada di antara xilem dan floem. Bentuknya seperti jari-jari, disebut jari empulur. Selain itu, di antara xilem dan floem juga terdapat kambium. Oleh karena itu, berkas pengangkutannya disebut berkas kolateral terbuka. Kambium memiliki dua bagian, yakni kambium vaskuler dan kambium intravaskuler. Bagian kambium yang berada di antara xilem dan floem berasal dari prokambium disebut kambium vaskuler. Sedangkan kambium di luar xilem dan floem yang berasal dari sel-sel parenkim disebut kambium intravaskuler.
Tabel 1: Jaringan-Jaringan Penyusun Batang Dikotil Beserta Letak dan Fungsinya

(Alfiansyah, 2011).



BAB II
METODOLOGI



A.    WAKTU PELAKSANAAN
Praktikum ‘Preparat Sayatan Organ Tumbuhan’ dilaksanakan pada:
hari/tanggal :
tempat         : Laboratorium pendidikan Biologi FKIP Universitas Tanjungpura


B.     ALAT DAN BAHAN

Alat:
1.      alat untuk pemotongan/ pengambilan organ (seperangkat alat bedah),
2.      alat untuk infiltrasi parafin (oven, beaker glass, pinset),
3.      alat untuk embedding (pinset, kotak-kotak kecil 1,5 cm x 1,5 cm),
4.      alat untuk sectioning (mikrotom dan kuas),
5.      alat untuk affixing (objek glass, pipet tetes, cotton bud, dan hot plate),
6.      alat untuk staining/ pewarna (staining jar, kertas label dan tissue),
7.      alat untuk mounting (cover glass), dan
8.      alat untuk pengamatan (mikroskop).

Bahan:
1.      batang Coleus sp dan akar Areca cateca ,
2.      alkohol 70%, 80%, 90%, 96% dan 100%
3.      fiksatif FAA dalam alkohol 95% (jika bahan lunak) atau FAA dalam alkohol 70% (jika bahan keras),
4.      safranin 1% dalam alkohol 70%,
5.      alkohol : xylol (3 : 1), (1 : 1) dan (1 : 3),
6.      akuades,
7.      xylol,
8.      parafin, dan
9.      canada balsam.

C.    CARA KERJA
1.      Pengambilan sampel: bahan dipotong dengan silet tajam agar bahan tidak tertekan.
-Batang dan akar yang berbentuk silinder dipotong dengan ukuran 1 x 1 cm.
2.      Fiksasi: organ direndam dalam fiksatif FAA selama ± 24 jam (untuk bahan tebal atau besar minimal 48 jam).
3.      Dehidrasi:
-alkohol 96% selama 30 menit (dimulai dari alkohol 70% jika alkohol yang digunakan dalam FAA adala alkohol 70%),
-alkohol 80% selama 30 menit,
-alkohol 70% selama 30 menit,
-staining: safranin 1% selama 24 jam (over night),
-alkohol 70% selama 30 menit,
- alkohol 80% selama 30 menit,
- alkohol 96% selama 30 menit, dan
- alkohol 100% selama 30 menit.
4.   Dealkoholisasi/ clearing:
-  Alkohol: Xylol = 3 : 1
-  Alkohol: Xylol = 1 : 1
-  Alkohol: Xylol = 1 : 3
-  xylol selama 2 x 30 menit

5.      Infiltrasi paraffin: di dalam oven suhu ± 58- 60º C
- Paraffin : Xylol = 9 : 1 selama 24 jam,
- Paraffin murni I selama 24 jam, dan
- Paraffin murni II selama 1 jam.

6.      Embedding: blok paraffin dicetak dalam kotak-kotak dan diatur letak/ posisi organ sesuai dengan arah pemotongan, dibiarkan ± 24 jam dalam refrigerator.
7.      Sectioning
-Blok  dipasang pada holder, dirapikan sisi atas sejajar dengan sisi bawah,
-holder dipasang pada mikrotom, dan
- disayat dengan ketebalan ± 4-6 μm.
8.      Penempelan (Affixing):
-gelas benda dibersihkan dengan alkohol 70% agar bebas lemak,
-diteteskan albumin pada gelas benda, digosok rata,
-diberi akuades secukupnya,
-diletakkan pita sayatan (coupes) di atas akuades, dan
-gelas benda dipindahkan ke atas hot plate dengan suhu ± 50ºC, diatur posisi pita organ, dibiarkan sampai akuades kering.

9.                  Staining:
- Xylol I  
- Xylol II
- Alkohol : Xylol = 1 : 3







- Alkohol : Xylol = 1 : 1
- Alkohol : Xylol = 3 : 1
- Alkohol 96 %
- Alkohol 96 %
- Alkohol 96 %
- Alkohol 80%
- Alkohol 70%
(Xylol I-Alkohol 70% di atas masing-masing 3 menit)
-Safranin 1% selama ± 15 menit (dicek di bawah mikroskop)
- Alkohol 70% selama 2 x 3 menit
-Alkohol 80% 
-Alkohol 96%
-Alkohol 96%
-Alkohol 96%
- Alkohol : Xylol = 1 : 3
- Alkohol : Xylol = 1 : 1
- Alkohol : Xylol = 3 : 1
-Xylol I
-Xylol II
(Alkohol 80%-Xylol II masing-masing 3 menit)

10.   Mounting: ditutup dengan canada balsam dan gelas penutup, hindari terbentuknya  gelembung udara.
11.      Pelabelan
12.      Diperiksa di bawah mikroskop




BAB III
          HASIL DAN PEMBAHASAN

.   A. HASIL PENGAMATAN










 B.    PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil pengamatan pada praktikum Preparat Sayatan Organ Tumbuhan, pada preparat batang yang menggunakan tumbuhan Coleus Sp apabila dibandingkan dengan gambar literatur maka terlihat banyak kesamaan. Terlihat bahwa struktur batang Coleus Sp tersusun rapi (teratur) yang pada pengamatan mikroskop terlihat bagian-bagiannya sebagai berikut: empulur, epidermis, berkas pembuluh dan korteks. Masih sulit untuk membedakan antara pembuluh xylem dan floem. Sedangkan pada preparat akar pinang (Areca cateca) yang merupakan tumbuhan monokotil seharusnya menurut literatur akan diperoleh susunan (struktur) jaringan yang teratur tetapi pada pengamatan diperoleh kekeliruan dimana jaringan akar pinang (Areca cateca) yang diperoleh tidak sesuai dengan literatur yang seharusnya terusun rapi. Adanya kekeliruan  ini disebabkan kesalahan pada saat penyayatan (sectioning) dimana jaringan yang sudah ditanam dalam blok-blok parafin sulit untuk disayat dengan mikrotom. Jaringan tampak keras dan rapuh. Hal ini dikarenakan jaringan terlalu lama direndam dalam fiksatif sehingga menyebabkan jaringan menjadi keras dan rapuh sehingga menyulitkan pada saat proses penyayatan dengan bantuan mikrotom. Selain oleh proses fiksasi, menurut Gunarso (1989), proses pengerasan juga berlangsung dalam serangkaian cairan alkohol yang berbeda konsentrasinya pada proses dengan dehidrasi. Selain itu, Gunarso (1989) menambahkan bahwa bila proses penjernihan menggunakan xylol atau benzene, maka terlihat bahwa cairan cenderung akan berwarna keputihan. Hal tersebut menandakan bahwa proses dehidrasi yang telah dilakukan masih kurang sempurna.
Adapun bagian jaringan akar pinang (Areca cateca) (monokotil) yang terlihat dengan bantuan mikroskop yaitu bulu akar, korteks, empulur, dan endodermis.
Selain itu pada preparat terlihat adanya gelembung-gelembung udara yang disebabkan ketidaksempurnaan dalam proses mounting dengan canada balsam dan penutupan preparat dengan cover glass. Hal ini bisa saja menyebabkan cover glass pecah. Untuk itu sebaiknya diperlukan kehati-hatian dalam proses penutupan (mounting) agar tidak terbentuk gelembung udara.



BAB IV
PENUTUP

A.    KESIMPULAN

1.      Jaringan batang tumbuhan dikotil tersusun secara rapi (teratur) yang pada pengamatan dengan mikroskop terdiri atas bagian-bagian; empulur, epidermis, berkas pembuluh dan korteks.
2.      Jaringan akar tumbuhan monokotil seharusnya tersusun rapi (teratur) yang pada pengamatan dengan mikroskop terdiri atas bagian-bagian; empulur, endodermis, korteks, dan bulu akar.
3.      Adanya ketidaksesuaian hasil struktur jaringan akar tumbuhan monokotil pada pengamatan disebabkan jaringan mengalami pengerasan (menjadi rapuh).
4.      Pengerasan jaringan disebabkan jaringan terlalu lama direndam dalam fiksatif. Selain itu juga disebabkan ketidaksempurnaan pada proses dehidrasi.





DAFTAR PUSTAKA

Alfiansyah. 2011. Struktur Jaringan Batang Tumbuhan Dikotil. (online).  http://www.sentra-edukasi.com/2011/06/struktur-jaringan-batang-tumbuhan_19.html. (Diakses 14 Juni 2013). 

Maulana, Puri. Struktur Jaringan Penyusun Akar Monokotil. (online). http://perpustakaancyber.blogspot.com/2012/12/struktur-jaringan-penyusun-akar monokotil.html. (Diakses 14 Juni 2013). 

Dasumiati. 2008. Diktat Kuliah Mikroteknik. Prodi Biologi Fakultas Sains dan Teknologi UIN Syarif.

Gunarso W. 1986. Pengaruh Dua Jenis Cairan Fiksatif  yang Berbeda pada Pembuatan Preparat dari Jaringan Hewan Dalam Metoda Mikroteknik Parafin. Bogor: IPB Press.

Santoso, H. B. 2002. Bahan Kuliah Teknik Laboratorium. Banjarbaru: Universitas Lambung Mangkurat.


Read more...

[Laporan Mikroteknik] PREPARAT SAYATAN ORGAN HEWAN




BAB I
PENDAHULUAN

A.    TUJUAN
Tujuan praktikum adalah:
1.      untuk mengetahui pembuatan preparat dengan metode parafin hewan, dan
2.      untuk mengetahui struktur jaringan hewan.

B.     DASAR TEORI
Metode paraffin merupakan cara pembuatan preparat permanen dengan menggunakan paraffin sebagai media embedding dengan tebairisan kurang lebih mencapai 6 µm-8 µm. Metode ini memiliki irisan yang lebih tipis dibandingkan dengan menggunakan metode beku atau metode seloidin yang tebal irisannya kurang lebih mencapai 10 µm. Prosesnya juga jauh lebih cepat dibandingkan metode seloidin. Selain itu metode parafin juga memiliki kejelekan yaitu jaringan menjadi keras, mengerut dan mudah patah, jaringan-jaringan yang besar menjadi tidak dapat dikerjakan, dan sebagian besar enzim-enzim akan larut karena menggunakan metode ini(Gunarso, 1986).
Metode paraffin memiliki langkah-langkah penting dalam metode ini antara lain fiksasi, pencucian, dehidrasi, penjernihan, embedding, penyayatan (section), penempelan, pewarnaan, dan penutupan(Dasumiati, 2008). 
Prosedur pembuatan sediaan menggunakan metode parafin pada umumnya sama baik pada jaringan hewan maupun tumbuhan. Pertama-tama organ yang akan dijadikan preparat diisolasi terlebih dahulu, kemudian difiksasi minimal 24 jam, didehidrasi dengan alkohol bertingkat selama 30 menit, diclearing dengan xylol murni juga selama 30 menit, diinfiltrasi agar parafin yang masuk berfungsi sebagai penyangga jaringan saat diiris dengan mikrotom, lalu diembedding (proses penanaman) yaitu merendam jaringan saat ke dalam parafin cair, dan parafin akan masuk ke seluruh bagian jaringan, proses pemotongan dengan mikrotom, penempelan pada kaca objek, pewarnaan dengan hematoksilin (pada umumnya bahan ini yang sering digunakan untuk jaringan hewan) sedangkan jaringan tumbuhan seringkali menggunakan safranin ataupun fast green. Setelah diwarnai lalu dimounting, diberi perekat entellan, dan diberi label nama (Santoso, 2002).
Burung puyuh merupakan jenis burung yang tidak dapat terbang jauh, ukuran tubuh relatif kecil, dan berkaki pendek. Burung puyuh disebut juga gemak (jawa) atau quail (asing), merupakan bangsa burung (liar) yang pertama ali diternakkan di Amerika Serikat tahun 1870. Sedangkan di Indonesia burung puyuh dikenal dan diternakkan sejak 1979.
Jenis burung puyuh yang biasa diternakkan adalah berasal dari jenis Coturnix coturnix japonica. Produksi telur burung puyuh ini mencapai 250-300 butir per tahun dengan berat rata-rata 10 gram per butir. Di samping produksi telurnya, burung puyuh juga dimanfaatkan daging dan kotorannya.
Klasifikasi burung puyuh sebagai berikut:
Class    : Aves
Ordo    : Galiformes
Family : Phasianidae
Genus  : Coturnix
Spesies : Coturnix coturnix japonica  
(Anonim, Tanpa Tahun).
Usus halus atau usus kecil adalah bagian dari saluran pencernaan yang terletak di antara lambung dan usus besar. Usus halus terdiri dari tiga bagian yaitu usus dua belas jari (duodenum), usus kosong (jejunum), dan usus penyerapan (ileum). Pada usus dua belas jari terdapat dua muara saluran yaitu dari pankreas dan kantung empedu (Anonim, 2013).






BAB II
METODOLOGI



A.    WAKTU PELAKSANAAN

Praktikum ‘Preparat Sayatan Organ Hewan’ dilaksanakan pada:
hari/tanggal :
tempat         : Laboratorium pendidikan Biologi FKIP Universitas Tanjungpura


B.     ALAT DAN BAHAN

Alat:
1.      alat untuk pemotongan/ pengambilan organ (seperangkat alat bedah),
2.      alat untuk infiltrasi parafin (oven, beaker glass, pinset),
3.      alat untuk embedding (pinset, kotak-kotak kecil 1,5 cm x 1,5 cm),
4.      alat untuk sectioning (mikrotom dan kuas),
5.      alat untuk affixing (objek glass, pipet tetes, cotton bud, dan hot plate),
6.      alat untuk staining/ pewarna (staining jar, kertas label dan tissue),
7.      alat untuk mounting (cover glass), dan
8.      alat untuk pengamatan (mikroskop).

Bahan:
1.      organ burung puyuh (usus halus),
2.      NaCl 0,9% fisiologis,
3.      FAA atau formalin 10%,
4.      alkohol 30%, 40%, 50%, 60%, 70%, 80%, 90%, 96% dan 100%,
5.      meyer albumin (albumin dan gliserin),
6.      larutan xylol,
7.      parafin,
8.      pewarna eosin,
9.      pewarna hematoxilin, dan
10.  canada balsam.




C.    CARA KERJA
1.      Hewan disembelih, dibedah dan diambil organ yang diperlukan (usus halus).
2.      Pencucian (Washing): organ dicuci dengan larutan NaCl 0,9% fisiologis selama 30 menit.
3.      Fiksasi: organ dimasukkan ke dalam botol film, kemudian difiksasi dengan larutan FAA atau formalin 10% selama 3 jam atau sampai jaringan matang.
4.      Dehidrasi: organ dimasukkan ke dalam alkohol bertingkat yakni 30%, 50%, 70%, 80%, 90% dan 96% masing-masing selama 15 menit.
5.      Penjernihan (clearing): organ dimasukkan ke dalam xylol selama ± 60 menit hingga kelihatan transparan.
6.      Infiltrasi: media penanaman disusupkan ke dalam jaringan. Media penanaman disimpan di dalam oven bersuhu 58ºC. Langkah pada infiltrasi adalah:
a.       Xylol : Parafin (3 : 1) selama 15 menit
b.      Xylol : Parafin (1 : 1) selama 15 menit
c.       Xylol : Parafin (1 : 3) selama 15 menit

7.      Penanaman (Embedding): disiapkan kotak-kotak kecil (1,5 cm x 1,5 cm), dimasukkan organ ke dalam kotak-kotak kecil parafin yang telah disediakan, kemudian dimasukkan parafin cair setelah itu disimpan ke dalam kulkas hingga padat dan siap disayat selama ± 15 menit.
8.      Penyayatan (Sectioning):
-blok dipasang pada holder, dirapikan sisi atas sejajar dengan sisi bawah,
-holder dipasang pada mikrotom, dan
-disayat dengan ketebalan ± 4-6 μm.

9.      Penempelan (Affixing):
-gelas benda dibersihkan dengan alkohol 70% agar bebas lemak,
-diteteskan albumin pada gelas benda, digosok rata,
-diberi akuades secukupnya,
-diletakkan pita sayatan (coupes) di atas akuades, dan
-gelas benda dipindahkan ke atas hot plate dengan suhu ± 50ºC, diatur posisi pita organ, dibiarkan sampai akuades kering.

10.  Staining:
-deparafinasi: jaringan dimasukkan ke dalam xylol selama 3 menit,
-rehidrasi dengan alkohol dari tinggi ke rendah (96%, 96%, 90%, 80%, 70%, 50% dan 30%) masing-masing 10 kali celupan,
-dicuci dengan air mengalir, setelah itu dicelupkan ke dalam akuades selama 10 menit,
-diwarnai dengan hematoksilin (15 detik), kemudian dicuci dengan air mengalir dan dicek dibawah mikroskop,
-diwarnai lagi dengan eosin (10 detik), dicuci lagi dengan air mengalir dan dicek di bawah mikroskop,
-dehidrasi dengan alkohol bertingkat 70%, 80%, 90%, 96%, dan 96%) selama 3 menit, dan
-clearing dengan xylol selama 3 menit.

11.  Mounting: ditutup dengan canada balsam dan gelas penutup, hindari terbentuknya gelembung udara.
12.  Pelabelan
13.  Diperiksa di bawah mikroskop








BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN


A.    HASIL PENGAMATAN








B.     PEMBAHASAN

Pada praktikum Preparat Sayatan Organ Hewan menggunakan burung puyuh. Adapun organ yang diambil dari burung puyuh untuk dijadikan preparat sayatan organ adalah bagian usus halus. Dari hasil yang diperoleh dan dibandingkan dengan literatur, terlihat 4 bagian pada jaringan usus halus dengan bantuan mikroskop yaitu vili, kelenjar di lamina propria dari mukosa, tunika mukosa dan tunika mukosa. Sedangkan pada gambar literatur seharusnya masih ada beberapa bagian lagi pada usus halus seperti tunika submukosa, tunika muskularis propria, dan kelenjar di tunika submukosa (kelenjar Brunner). Adanya beberapa bagian yang tak terlihat pada pengamatan ini disebabkan kesalahan-kesalahan pada tahapan pembuatan preparat.
Kesalahan-kesalahan tersebut diantaranya pada tahap pewarnaan (staining) dilakukan dengan pemberian warna yang terlalu tebal (terlalu lama merendam jaringan pada pewarna HE). Hal ini menyulitkan dalam membedakan elemen-elemen jaringan pada usus halus. Selain itu juga disebabkan kurangnya atau tidak maksimalnya pencucian dengan air mengalir yang dilakukan setelah pewarnaan. Menurut Gunarso (1989), pencucian dimaksudkan untuk menghilangkan baik zat warna, mordan, maupun zat-zat lain yang berlebihan dan tidak terikat pada tisu. Selain itu di sekitar preparat terlihat albumin yang menggumpal dan menjadi berwarna merah muda oleh pewarnaan. Keberadaan albumin ini dikarenakan pada tahap penempelan (affixing), albumin tidak digosok rata pada gelas benda. Hal ini mengakibatkan albumin menggumpal secara tak merata. Gumpalan albumin kemudian ikut menyerap warna pada tahap pewarnaan dan terlihat mengotori sekitar preparat.
Berdasarkan gambar hasil pengamatan juga terlihat bahwa villi-villi pada usus halus terlihat rapuh (ada sedikit bagian yang hilang atau lepas). Hal ini dikarenakan jaringan terlalu lama direndam dalam fiksatif sehingga menyebabkan jaringan menjadi keras dan rapuh sehingga menyulitkan pada saat proses penyayatan dengan bantuan mikrotom. Selain oleh proses fiksasi, menurut Gunarso (1989), proses pengerasan juga berlangsung dalam serangkaian cairan alkohol yang berbeda konsentrasinya pada proses dengan dehidrasi. Selain itu, Gunarso (1989) menambahkan bahwa bila proses penjernihan menggunakan xylol atau benzene, maka terlihat bahwa cairan cenderung akan berwarna keputihan. Hal tersebut menandakan bahwa proses dehidrasi yang telah dilakukan masih kurang sempurna.









BAB IV
PENUTUP

A.    KESIMPULAN

1.      Pada pembuatan preparat sayatan organ hewan (usus halus burung puyuh) pada hasil pengamatan dengan mikroskop terlihat bagian-bagian jaringan usus meliputi villi, kelenjar di lamina propria dari mukosa, tunika mukosa dan tunika serosa.
2.      Adanya elemen-elemen jaringan yang tidak terlihat pada pengamatan dikarenakan pemberian warna yang terlalu tebal dan kurang maksimalnya proses pencucian dengan air mengalir yang dilakukan setelah proses pewarnaan.
3.      Di sekitar preparat terdapat gumpalan albumin berwarna merah muda yang disebabkan ketidaktelitian pada tahap penempelan (affixing) dimana albumin tidak digosok rata sehingga pada tahap pewarnaan  albumin ikut menyerap zat warna.
4.      Terlihat adanya bagian-bagian villi yang terlepas pada hasil pengamatan yang disebabkan jaringan mengalami pengerasan (menjadi rapuh).
5.      Pengerasan jaringan disebabkan jaringan terlalu lama direndam dalam fiksatif. Selain itu juga disebabkan ketidaksempurnaan pada proses dehidrasi.






DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2013. Usus Halus. (online).  http://id.wikipedia.org/wiki/Usus_halus. (Diakses 14 Juni 2013). 
Anonim. Tanpa Tahun. Beternak Burung Puyuh. (online). http://www.kaskus.co.id/thread/5145555e1fd7190c3e000000/berternak-burung-puyuh/. (Diakses 14 Juni 2013). 
Dasumiati. 2008. Diktat Kuliah Mikroteknik. Prodi Biologi Fakultas Sains dan Teknologi UIN Syarif.

Gunarso W. 1986. Pengaruh Dua Jenis Cairan Fiksatif  yang Berbeda pada Pembuatan Preparat dari Jaringan Hewan Dalam Metoda Mikroteknik Parafin. Bogor: IPB Press.

Santoso, H. B. 2002. Bahan Kuliah Teknik Laboratorium. Banjarbaru: Universitas Lambung Mangkurat.

Read more...

About this Blog

Seguidores

    © Summervina. Friends Forever Template by Emporium Digital 2009

Back to TOP