[Laporan Mikroteknik] PREPARAT SAYATAN ORGAN HEWAN
>> Selasa, 25 Juni 2013
BAB
I
PENDAHULUAN
A. TUJUAN
Tujuan
praktikum adalah:
1. untuk
mengetahui pembuatan preparat dengan metode parafin hewan, dan
2. untuk
mengetahui struktur jaringan hewan.
B. DASAR TEORI
Metode paraffin merupakan cara pembuatan preparat permanen dengan menggunakan paraffin sebagai media embedding dengan tebal irisan kurang lebih mencapai 6 µm-8 µm. Metode ini memiliki irisan yang lebih tipis dibandingkan dengan menggunakan metode beku atau metode seloidin
yang tebal irisannya kurang lebih mencapai
10 µm. Prosesnya juga jauh lebih cepat dibandingkan metode seloidin. Selain itu metode parafin juga memiliki kejelekan yaitu jaringan menjadi keras, mengerut dan mudah patah, jaringan-jaringan yang besar menjadi tidak dapat dikerjakan,
dan sebagian besar enzim-enzim akan larut karena menggunakan metode ini(Gunarso, 1986).
Metode
paraffin memiliki langkah-langkah penting dalam metode ini antara
lain fiksasi, pencucian, dehidrasi, penjernihan, embedding, penyayatan (section),
penempelan, pewarnaan, dan penutupan(Dasumiati, 2008).
Prosedur
pembuatan sediaan menggunakan metode parafin pada umumnya sama baik pada
jaringan hewan maupun tumbuhan. Pertama-tama organ yang akan dijadikan preparat
diisolasi terlebih dahulu, kemudian difiksasi minimal 24 jam, didehidrasi
dengan alkohol bertingkat selama 30 menit, diclearing dengan xylol murni juga
selama 30 menit, diinfiltrasi agar parafin yang masuk berfungsi sebagai
penyangga jaringan saat diiris dengan mikrotom, lalu diembedding (proses
penanaman) yaitu merendam jaringan saat ke dalam parafin cair, dan parafin akan
masuk ke seluruh bagian jaringan, proses pemotongan dengan mikrotom, penempelan
pada kaca objek, pewarnaan dengan hematoksilin (pada umumnya bahan ini yang
sering digunakan untuk jaringan hewan) sedangkan jaringan tumbuhan seringkali
menggunakan safranin ataupun fast green. Setelah diwarnai lalu dimounting,
diberi perekat entellan, dan diberi label nama (Santoso, 2002).
Burung
puyuh merupakan jenis burung yang tidak dapat terbang jauh, ukuran tubuh
relatif kecil, dan berkaki pendek. Burung puyuh disebut juga gemak (jawa) atau
quail (asing), merupakan bangsa burung (liar) yang pertama ali diternakkan di
Amerika Serikat tahun 1870. Sedangkan di Indonesia burung puyuh dikenal dan
diternakkan sejak 1979.
Jenis
burung puyuh yang biasa diternakkan adalah berasal dari jenis Coturnix coturnix japonica. Produksi
telur burung puyuh ini mencapai 250-300 butir per tahun dengan berat rata-rata
10 gram per butir. Di samping produksi telurnya, burung puyuh juga dimanfaatkan
daging dan kotorannya.
Klasifikasi
burung puyuh sebagai berikut:
Class : Aves
Ordo : Galiformes
Family : Phasianidae
Genus : Coturnix
Spesies
: Coturnix coturnix japonica
(Anonim, Tanpa Tahun).
Usus halus atau usus kecil adalah
bagian dari saluran pencernaan yang terletak di antara lambung dan usus besar. Usus
halus terdiri dari tiga bagian yaitu usus dua belas jari (duodenum), usus kosong (jejunum), dan usus penyerapan (ileum). Pada usus
dua belas jari terdapat dua muara saluran yaitu dari pankreas dan kantung empedu (Anonim, 2013).
BAB II
METODOLOGI
A.
WAKTU
PELAKSANAAN
Praktikum ‘Preparat Sayatan Organ Hewan’
dilaksanakan pada:
hari/tanggal :
tempat : Laboratorium pendidikan Biologi FKIP
Universitas Tanjungpura
B.
ALAT
DAN BAHAN
Alat:
1. alat
untuk pemotongan/ pengambilan organ (seperangkat alat bedah),
2. alat
untuk infiltrasi parafin (oven, beaker glass, pinset),
3. alat
untuk embedding (pinset, kotak-kotak kecil 1,5 cm x 1,5 cm),
4. alat
untuk sectioning (mikrotom dan kuas),
5. alat
untuk affixing (objek glass, pipet tetes, cotton bud, dan hot plate),
6. alat
untuk staining/ pewarna (staining jar, kertas label dan tissue),
7. alat
untuk mounting (cover glass), dan
8. alat
untuk pengamatan (mikroskop).
Bahan:
1. organ
burung puyuh (usus halus),
2. NaCl
0,9% fisiologis,
3. FAA
atau formalin 10%,
4. alkohol
30%, 40%, 50%, 60%, 70%, 80%, 90%, 96% dan 100%,
5. meyer
albumin (albumin dan gliserin),
6. larutan
xylol,
7. parafin,
8. pewarna
eosin,
9. pewarna
hematoxilin, dan
10. canada
balsam.
C.
CARA
KERJA
1. Hewan
disembelih, dibedah dan diambil organ yang diperlukan (usus halus).
2. Pencucian
(Washing): organ dicuci dengan larutan NaCl 0,9% fisiologis selama 30 menit.
3. Fiksasi:
organ dimasukkan ke dalam botol film, kemudian difiksasi dengan larutan FAA
atau formalin 10% selama 3 jam atau sampai jaringan matang.
4. Dehidrasi:
organ dimasukkan ke dalam alkohol bertingkat yakni 30%, 50%, 70%, 80%, 90% dan
96% masing-masing selama 15 menit.
5. Penjernihan
(clearing): organ dimasukkan ke dalam xylol selama ± 60 menit hingga kelihatan
transparan.
6. Infiltrasi:
media penanaman disusupkan ke dalam jaringan. Media penanaman disimpan di dalam
oven bersuhu 58ºC. Langkah pada infiltrasi adalah:
a. Xylol
: Parafin (3 : 1) selama 15 menit
b. Xylol
: Parafin (1 : 1) selama 15 menit
c. Xylol
: Parafin (1 : 3) selama 15 menit
7. Penanaman
(Embedding): disiapkan kotak-kotak kecil (1,5 cm x 1,5 cm), dimasukkan organ ke
dalam kotak-kotak kecil parafin yang telah disediakan, kemudian dimasukkan
parafin cair setelah itu disimpan ke dalam kulkas hingga padat dan siap disayat
selama ± 15 menit.
8. Penyayatan
(Sectioning):
-blok dipasang pada holder, dirapikan
sisi atas sejajar dengan sisi bawah,
-holder dipasang pada mikrotom, dan
-disayat dengan ketebalan ± 4-6 μm.
9. Penempelan
(Affixing):
-gelas benda dibersihkan dengan alkohol
70% agar bebas lemak,
-diteteskan albumin pada gelas benda,
digosok rata,
-diberi akuades secukupnya,
-diletakkan pita sayatan (coupes) di atas akuades, dan
-gelas benda dipindahkan ke atas hot
plate dengan suhu ± 50ºC, diatur posisi pita organ, dibiarkan sampai akuades
kering.
10. Staining:
-deparafinasi: jaringan dimasukkan ke
dalam xylol selama 3 menit,
-rehidrasi dengan alkohol dari tinggi ke
rendah (96%, 96%, 90%, 80%, 70%, 50% dan 30%) masing-masing 10 kali celupan,
-dicuci dengan air mengalir, setelah itu
dicelupkan ke dalam akuades selama 10 menit,
-diwarnai dengan hematoksilin (15
detik), kemudian dicuci dengan air mengalir dan dicek dibawah mikroskop,
-diwarnai lagi dengan eosin (10 detik),
dicuci lagi dengan air mengalir dan dicek di bawah mikroskop,
-dehidrasi dengan alkohol bertingkat
70%, 80%, 90%, 96%, dan 96%) selama 3 menit, dan
-clearing dengan xylol selama 3 menit.
11. Mounting:
ditutup dengan canada balsam dan gelas penutup, hindari terbentuknya gelembung
udara.
12. Pelabelan
13. Diperiksa
di bawah mikroskop
BAB
III
HASIL
DAN PEMBAHASAN
A. HASIL PENGAMATAN
Pada
praktikum Preparat Sayatan Organ Hewan
menggunakan burung puyuh. Adapun organ yang diambil dari burung puyuh untuk
dijadikan preparat sayatan organ adalah bagian usus halus. Dari hasil yang
diperoleh dan dibandingkan dengan literatur, terlihat 4 bagian pada jaringan
usus halus dengan bantuan mikroskop yaitu vili, kelenjar di lamina propria dari
mukosa, tunika mukosa dan tunika mukosa. Sedangkan pada gambar literatur
seharusnya masih ada beberapa bagian lagi pada usus halus seperti tunika
submukosa, tunika muskularis propria, dan kelenjar di tunika submukosa
(kelenjar Brunner). Adanya beberapa bagian yang tak terlihat pada pengamatan
ini disebabkan kesalahan-kesalahan pada tahapan pembuatan preparat.
Kesalahan-kesalahan
tersebut diantaranya pada tahap pewarnaan (staining)
dilakukan dengan pemberian warna yang terlalu tebal (terlalu lama merendam
jaringan pada pewarna HE). Hal ini menyulitkan dalam membedakan elemen-elemen
jaringan pada usus halus. Selain itu juga disebabkan kurangnya atau tidak
maksimalnya pencucian dengan air mengalir yang dilakukan setelah pewarnaan.
Menurut Gunarso (1989), pencucian dimaksudkan untuk menghilangkan baik zat
warna, mordan, maupun zat-zat lain yang berlebihan dan tidak terikat pada tisu.
Selain itu di sekitar preparat terlihat albumin yang menggumpal dan menjadi berwarna
merah muda oleh pewarnaan. Keberadaan albumin ini dikarenakan pada tahap
penempelan (affixing), albumin tidak
digosok rata pada gelas benda. Hal ini mengakibatkan albumin menggumpal secara
tak merata. Gumpalan albumin kemudian ikut menyerap warna pada tahap pewarnaan
dan terlihat mengotori sekitar preparat.
Berdasarkan
gambar hasil pengamatan juga terlihat bahwa villi-villi pada usus halus
terlihat rapuh (ada sedikit bagian yang hilang atau lepas). Hal ini dikarenakan
jaringan terlalu lama direndam dalam fiksatif sehingga menyebabkan jaringan
menjadi keras dan rapuh sehingga menyulitkan pada saat proses penyayatan dengan
bantuan mikrotom. Selain oleh proses fiksasi, menurut Gunarso (1989), proses
pengerasan juga berlangsung dalam serangkaian cairan alkohol yang berbeda
konsentrasinya pada proses dengan dehidrasi. Selain itu, Gunarso (1989)
menambahkan bahwa bila proses penjernihan menggunakan xylol atau benzene, maka
terlihat bahwa cairan cenderung akan berwarna keputihan. Hal tersebut
menandakan bahwa proses dehidrasi yang telah dilakukan masih kurang sempurna.
BAB IV
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
1. Pada
pembuatan preparat sayatan organ hewan (usus halus burung puyuh) pada hasil
pengamatan dengan mikroskop terlihat bagian-bagian jaringan usus meliputi villi,
kelenjar di lamina propria dari mukosa, tunika mukosa dan tunika serosa.
2. Adanya
elemen-elemen jaringan yang tidak terlihat pada pengamatan dikarenakan
pemberian warna yang terlalu tebal dan kurang maksimalnya proses pencucian
dengan air mengalir yang dilakukan setelah proses pewarnaan.
3. Di
sekitar preparat terdapat gumpalan albumin berwarna merah muda yang disebabkan
ketidaktelitian pada tahap penempelan (affixing)
dimana albumin tidak digosok rata sehingga pada tahap pewarnaan albumin ikut menyerap zat warna.
4. Terlihat
adanya bagian-bagian villi yang terlepas pada hasil pengamatan yang disebabkan
jaringan mengalami pengerasan (menjadi rapuh).
5. Pengerasan
jaringan disebabkan jaringan terlalu lama direndam dalam fiksatif. Selain itu
juga disebabkan ketidaksempurnaan pada proses dehidrasi.
DAFTAR
PUSTAKA
Anonim.
2013. Usus Halus. (online). http://id.wikipedia.org/wiki/Usus_halus.
(Diakses 14 Juni 2013).
Anonim.
Tanpa Tahun. Beternak Burung Puyuh. (online).
http://www.kaskus.co.id/thread/5145555e1fd7190c3e000000/berternak-burung-puyuh/.
(Diakses 14 Juni 2013).
Dasumiati. 2008. Diktat Kuliah Mikroteknik. Prodi Biologi
Fakultas Sains dan Teknologi UIN Syarif.
Gunarso W. 1986. Pengaruh
Dua Jenis Cairan Fiksatif yang Berbeda pada Pembuatan Preparat dari
Jaringan Hewan Dalam Metoda Mikroteknik Parafin. Bogor: IPB Press.
Santoso,
H. B. 2002. Bahan Kuliah Teknik
Laboratorium. Banjarbaru: Universitas Lambung Mangkurat.
0 komentar:
Posting Komentar